Langsung ke konten utama

‘Telepon Siluman’

Ilustrasi foto milik MIKAMONEY.com

Sebenarnya sih, nomor teleponnya jelas, tetapi bukan seperti pada umumnya nomor telepon. Sejak di rumah dipasang jaringan internet, saya jadi kenal nomor ini.

Info Twitter @TelkomCare, +621500755 ini merupakan nomor telepon resmi Telemarketer (tenaga pemasaran) IndiHome yang kini di bawah naungan Telkomsel.

Sebelumnya di bawah naungan Telkom. Saya pasang internet di rumah pada 25 Maret 2021, setelah anak mengabarkan diterima kerja, ingin WfH dari Lampung.

Satu tahun berlangganan dengan kecepatan 20 MBPS, dibilang lancar ada lemot-nya juga. Adakalanya anak pake tetring dari hape. Kayak nggak ada internet kan?

Adakalanya ia kerja di kafe sambil ngopi dan nongki sekaligus. Jadi, tidak selamanya ada internet di rumah pekerjaan jadi mudah. Tergantung, lancar tidaknya.

Pada 8 Juni 2022, oleh Telkom kecepatan internet saya dinaikkan secara sepihak menjadi 30 MBPS. Saya diam saja. Tidak komplain. Bukan berarti saya menerima.

Sekadar wait and see gitu, apa konsekuensi logis dari ditambahnya kecepatan itu. Ternyata biaya bulanan tidak begitu memberatkan. Its okey. Lanjut terus.

Mungkin mereka pikir “wah, enak berurusan dengan Bapak ini”. Sabtu, 3/8/2023 pukul 21:49 masuk pesan WhatsApp dari IndiHome. Beraninya malam-malam.

Menyampaikan ‘rasa’ terima kasih telah menggunakan IndiHome bla-bla-bla, ternyata ingin memberitahukan telah menambah kecepatan internet menjadi 50 MBPS. 

Sejak beberapa minggu sebelumnya ‘telepon siluman’. Ya, saya sebut begitu karena nomornya aneh. Kok rajin benar menelepon, ada apa? Ya, namanya telemarketer.

Saya kan kenal nomor ‘telepon siluman’ itu. Karena itu, tidak pernah saya angkat. Pagi tadi kembali menelepon, mungkin mau konfirmasi telah menambah kecepatan.

Bahwa kecepatan internet saya, telah mereka tambah, mungkin hendak menyampaikan ucapan terima kasih atas kesetiaan saya sebagai pelanggan dan pengguna.

Dengar nada suara saya yang keras saat mengangkat telepon tadi, si penelepon yang dari suaranya seorang laki-laki, tidak jadi berbicara. Keder duluan, sepertinya.

Mungkin takut kalau saya marahi, telepon ia matikan. Terang saja saya ngegas, kelen telah berbuat suka-suka. Enak banget, ya, menambah kecepatan sesuka kalian.

Sebenarnya siapa yang tidak mau tambah kecepatan. Ye, nggak sih? Tetapi, dengan cara yang benar. Biarkan inisiatif pelanggan. Bukan dinaikkan secara sepihak.

Bagi kami, buat apa juga tambah kecepatan. Saya dan istri pengguna kartu pascabayar, itu sudah cukup buat meng-cover kebutuhan internet kami dalam sebulan.

Yang ada biaya langganan akan bertambah besar dari yang selama ini kami bayar. Toh fasilitas Usee TV tidak dimanfaatkan. Nonton YouTube di hape bukan di TV.

Saya dengar musik di radio bukan kanal musik di TV. Nonton berita jarang sekali. Isinya nggak enak melulu. Enak saya baca buku, buat jaga otak gak cepat pikun.

Sama seperti dahulu. Saya akan menunggu bagaimana efek yang akan timbul dari ditambahnya kecepatan ini. Kami akan terus lanjut atau berpindah ke lain hati.

Ada banyak pilihan operator internet. FazNet, Nusanet, Zitline, GasNet, Biznet, iCONNET, MegaFiber, gifihome, Rack, dan MyRepublic. Tinggal pilih mau yang mana.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...