Langsung ke konten utama

Anniv Dinner

menu anniversary dinner telah terhidang

Sangat jarang saya buat status di fesbuk. Merayakan 30 tahun pernikahan di bulan Juni lalu, saya buat status sebagai caption foto berdua istri. Wah, lumayan banyak yang kasih like, komen, ucapan dan doa. Alhamdulillah.

Setelahnya, hoping istri minta ditraktir makan-makan. “Oke, nanti kapan-kapan, bilang dulu sama Pak Suami,” jawab si istri. Waktu berlalu, belum kami realisasikan sehingga ‘ditagih-tagih’ mulu. Nggak enak, jadinya, kan.

Sampailah ceritanya saya jadi juara 1 lomba menulis esai. Postingan istri di IG menjadikan ‘tagihan’ traktir makan-makan seperti mendapat bonus. “Wah, bakal mendulang dua traktiran, nih,” komentar hoping istri.

“Iya, yang mana dulu nih yang akan didulukan,” sahut hoping lainnya di video call-an. Istri saya ngakak. “Nih, ngomong langsung sama orangnya,” kata istri sambil mengarahkan layar hape ke arah saya di sampingnya.

Gak ada dulu-duluan, nanti dioplos saja,” sahut saya. “Waduh, Pak, kalau dioplos, nanti mabok, dong,” jawab mereka. Begitulah perbalahan antarhoping yang begitu akrab kekariban mereka, yang saya sempat nimbrung.

Nah, tadi akhirnya saya wujudkan mengajak mereka anniv dinner di Kinar Resto. Semula hendak ke kafe yang baru buka beberapa hari di daerah Lungsir, tetapi jalanan macet arah Pahoman karena ada Band Geisa.

Terang saja, dari tahun kapan juga jalan ke Lapangan Saburai, kendaraan padat merayap menjelang Tugu Gajah setiap saat ada konser band atau penyanyi siapa sedang manggung. Seperti malam ini Geisa manggung.

Di Kinar Resto, ya, masih sempat-sempatnya hoping istri nanya, “Ini anniv apa yang juara 1 lomba, Pak?” Saya jawab, ini “Anniv”, juara lomba belum ditransfer. Entah kenapa, mau tanya ke panitia, takut dosa… huh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...