Langsung ke konten utama

Kepala Hitam, Kopiah Putih

kopiah yang saya beli di Makkah (kiri) dan kopiah pemberian tetangga (kanan)

Pulang dari masjid subuh, saat akan membuka pagar, bapak sebelah rumah menyodorkan kopiah haji dan di dalamnya ada pouch kecil berisi sajadah. “Sekadar oleh-oleh,” kata beliau. “Oh, ya, kapan pulang,” saya balik bertanya. “Sudah satu minggu,” beliau menjawab. Sebelumnya saya sudah tahu beliau akan berangkat umrah saat acara syukuran putra beliau wisuda Magister Hukum Unila, Januari lalu.

Ucapan terima kasih pun saya haturkan. Ndilalah, ukuran kopiahnya pas di kepala saya. Sehingga nggak bakal kesalahan jika tidak saya pakai. Kalau saja ukurannya tidak pas, kekecilan atau kedodoran, tentu tidak bisa saya pakai. Akan sangat mungkin timbul praduga tidak bersalah, nanti dipikirnya saya tidak menghargai pemberian tersebut, padahal yang benar ukurannya tidak pas sehingga saya anggurkan.

Demi menghindari ketidaktepatan ukuran kopiah pada kepala orang yang diberi oleh-oleh, sewaktu umrah Oktober 2024, saya dan istri sepakat memberi oleh-oleh syal dan sajadah sebagai penyerta paket oleh-oleh berupa kurma, air zamzam, kacang arab, kismis, coklat, dan tasbih. Waktu pilih-pilih kopiah di Makkah pun saya kesulitan menemukan ukuran yang pas, kalau tidak kekecilan, ya kedodoran.

Memang ketemu ukuran yang pas kendati motif bordiran penghiasnya kurang sir. Akhirnya saya lebih senang membeli kopiah rajut karena lebih mudah menemukan ukuran yang pas di kepala. Begitulah, kendati kepala sama hitam dan kopiah sama putih, tapi ukurannya beda-beda. Yang jelas kopiah hitam khas Indonesia itulah yang paling keren. Bung Karno tampak gagah justru karena kopiahnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...