Artomoro

Sisa-sisa kejayaan Artomor dan Tanjungkarang Plaza yang sudah diganti Central Plaza

Lama gak ke Artomoro, kemarin ke sana. Nuansa Ramadan di kota Tapis Berseri kentara sekali dengan macetnya kendaraan di sekujur jalan Radin Inten dari depan Ramayana hingga Tugu Adipura. Dahulu iya, menyebutnya Artomoro atau Tanjungkarang Plaza, sekarang jadi Matahari Central Plaza.

Ke sana karena ada yang hendak kami cari di MR DIY. Barang yang dicari tak ada, mungkin harus ke tempat lain. Ada pun tidak benar-benar seperti yang dimaksud. Sudahlah, naik ke Matahari di lantai 2 mutar-mutar. Ramai oleh pengunjung yang berburu baju Lebaran yang sebentar lagi akan tiba.

Setelah Hypermart kembang-kempis hidup segan mati tak mau, akhirnya mati beneran. Lantai 1 Central Plaza praktis kosong melompong. Masuklah MR DIY menjual aneka produk kebutuhan rumah tangga. Kemarin sudah ditemani rumah makan Solaria, gerai Sushi Tei, dan arena permainan anak-anak.

Artomoro itu dari bahasa Jawa. Arto artinya uang dan moro artinya datang. Biasanya disematkan sebagai nama warung. Tapi, di Tanjungkarang Plaza disematkan untuk nama supermarket dan departemen store legendaris di masa lalu. Di tempat MC Donald sekarang dahulu toko buku Gunung Agung.

Central Plaza

Saya sering masuk ke dalamnya lihat-lihat buku, ada beberapa buku yang saya beli di sana. Ketika Gramedia masuk Lampung, sepilah Gunung Agung hingga akhirnya tutup. Artomoro atau disingkat arto saja, jadi titik pemberhentian atau tempat ngetem bus Damri dan angkot Teluk/Rajabasa.

Kernet angkot atau kondektur Damri akan menyebut “arto, arto” (yang arto siap-siap) mengingatkan penumpang yang akan turun di sana. Atau penumpang sendiri yang meneriakkannya. Orang yang habis belanja di Artomoro pun cukup menunggu dan naik angkot atau Damri di depannya.

Ketika Matahari berkibar sebagai jenama departemen store terbesar dan menggurita di kota-kota besar di Indonesia, Artomoro seperti hilang ditelan bumi dengan direnovasinya Tanjungkarang Plaza menjadi Central Plaza dan Matahari jadi tujuan orang belanja fashion dari dulu hingga kini.

Artomoro juga jadi titik henti saya naik angkot Teluk sewaktu kantor LE di Jl. Diponegoro, untuk kemudian ganti angkot ke Rajabasa. Kalau tidak, berhenti di depan Hotel Ria (kini Wisma Gatam) setelah dimiliki KOREM. Begitulah cerita tentang Artomoro yang legendaris dan tinggal ingatan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan