Langsung ke konten utama

Ramadan dan AI

Celerates.id melalui kanal IG mereka mengajak ngabuburIT RamAI Ramadan with AI

Aroma Ramadan kian mewangi. Teman-teman di grup sastra pada menarasikan 'aroma' berkait akan tibanya bulan puasa tahun 1446 hijriah ini. Saya kok lebih tertarik menarasikan 'gema' ketimbang 'aroma' karena di bulan Ramadan bukankah semarak dengan gema zikir, tadarus Alquran, dan dentum meriam bambu.

Pada masa kanak-kanak saya, bermain meriam bambu di bulan Ramadan adalah salah satu cara mengisii waktu agar rasa lapar bisa 'dikibuli' dan tahan berpuasa hingga magrib tiba, saatnya berbuka. Apakah saat ini meriam bambu masih dipermainkan anak-anak di kampung? Entahlah. Yang pasti bermain hape lebih disukai.

Ramadan di era kecerdasan buatan atau AI (artificial intellegencia), beragam cara bisa dilakukan. Menulis puisi misalnya, sudah banyak teman-teman yang memberdayakan AI. Lah, saya kok lebih memilih tetap setia menggunakan kemampuan otak kanan menjemput ide, mencari metafora dan memilih diksi jadi puisi.

Ngabuburit, nyore sambil mencari aneka makanan dan minuman untuk menu buka puasa. Sebuah momen membuat orang berkerumun di lapak-lapak penjual di pinggir jalan yang juga akan membuat jalanan macet oleh kendaraan yang akan pergi dan pulang dari ngabuburit. Apakah tidak bisa ngabuburit secara online saja atau zoom saja?

Itulah yang digagas Celerates.id. Melalui kanal Instagram, mereka mengajak ngabuburIT RamAI Ramadan with AI. Dengan IT dan AI ditulis dengan hurup kapital yang bisa ditafsirkan sebagai penggunaan informasi dan teknologi dan kecerdasan buatan sebagai bahan kajian dalam zoom secara online, bertema ngabuburit.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...