Langsung ke konten utama

Buku-buku yang Asyoi

Buku-buku yang asyoi buat teman ngopi baru saja saya angkut dari penerbit pustaka LaBRAK.

Siang ini saya menjemput buku-buku yang saya pesan. Kembali bertamu dan mengobrol receh di “Lepau Buku” Udo Z Karzi, Kemiling Estate. Tahun ini belio kembali diganjar Hadiah Sastera Rancagé dari Yayasan Kebudayaan Rancagé milik budayawan Ajip Rosjidi di Bandung, Jawa Barat.

Hadiah Sastera Rancagé untuk bukunya “Minan Lela Sebambangan” –kumpulan cerita buntak (pendek) kategori sastra Lampung. Itu adalah hadiah untuk kali ketiga yang ia peroleh dari yang kali pertama pada tahun 2008 untuk buku sanghimpun sajak “Mak Dawah Mak Dibingi”.

Kedua, 2017 untuk Novel “Negarabatin”. Mengikutkan buku sastra bahasa Lampung pada anugerah yang diberikan Yayasan Rancagé tidaklah mudah mengingat sedikit sekali sastrawan/penulis/budayawan (bertutur bahasa Lampung) yang mampu melakukannya penuh kesadaran.

Kemarin secara sengaja saya ditemani istri mencari buku di pekan bazar buku yang ditaja Gramedia di lantai 2 Mal Kartini. Ada buku tertentu yang saya butuhkan sebagai referensi untuk bahan mencipta puisi guna diikutkan lomba yang ditaja beberapa grup facebook.

Seperti pernah saya tulis di blog ini, agak tidak mudah menulis puisi berdasar tema tertentu atau yang ditentukan. Tapi, bukan mustahil bisa dilakukan. Dibutuhkan kemampuan menerjemahkan tema agar bisa menggali ide, mengeksplor imajinasi, dan menemukan diksi yang sesuai.

Ada tujuh even lomba menulis puisi yang ada. Satu even telah saya ikuti, tinggal menunggu pengumuman beberapa hari ke depan, apakah puisi yang saya ikutkan lolos kurasi atau tidak. Sedangkan yang enam even, itu yang saya butuhkan buku penunjang, dan telah saya dapatkan.

Untuk tiga even lomba, puisi telah jadi dan siap dikirim, tapi masih saya lakukan self editing terus menerus agar sedikit lebih baik. Tidak ada puisi yang baik dan sempurna, tapi sedikit lebih baik dari yang buruk, itu yang paling tidak dicapai dengan cara melakukan editing terus menerus.

Ada perkembangan baru dari setiap habis membaca atau menemukan media sosial yang membahas tema yang dilombakan. Apakah di twitter (X), facebook, Instagram, Thread atau siniar (podcast). Itu yang menggerakkan tangan untuk kembali mengutak-atik puisi yang sudah jadi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...