Langsung ke konten utama

“Enggak Bisa Nulis”

Ilustrasi, image source: Mithaza Journal

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro meminta Universitas Indonesi (UI) untuk fokus mengajarkan mahasiswa menulis, membaca, dan cara bersikap (attitude). Hal ini, menurut Satryo, perlu diajarkan karena lulusan S1 di Indonesia masih lemah dalam hal membaca dan menulis panjang, serta memiliki kebiasaan kerja yang baik.

“Pak Rektor tadi very good Pak untuk masa depan, tapi in the meantime tolong di tiap-tiap kelas, bapak ibu dosen atau guru besar yang memang pegang kelas, pastikan lagi mereka (mahasiswa) bisa baca, bisa nulis (panjang), attitude-nya (baik), kerja bagus, teamwork, (bisa) komunikasi agar bisa memiliki daya saing,” kata Satryo dalam acara Dies Natalis UI ke-75, Senin (3/2/2025).

Satryo mengungkap bahwa lulusan S1 Indonesia memiliki kekuraangan bukan tanpa alasan, tetapi berdasarkan hasil survei yang ia lakukan di tahun 2015. Dalam survei itu, Satryo mewawancarai banyak pemimpin perusahaan mengenai kekurangan lulusan S1 Indonesia. Kenyataan itulah yang membuatnya meminta UI mengajarkan mahasiswa mereka meningkatkan keterampilan.

“Mereka semua jawab, kelemahan utama lulusan S1 di Indonesia itu, pertama tidak bisa membaca, report-lah, atau paragraf atau manual enggak bisa baca. Yang kedua enggak bisa nulis, ketiga enggak bisa komunikasi, keempat tidak bisa kerja sama, kelima work habit-nya rendah atau idem dengan males. Itulah profil lulusan S1 perguruan tinggi di Indonesia,” lanjut Satryo.

Satryo menyoroti otonomi kampus untuk bisa maju seperti negara lain. Satryo mengevaluasi peraturan menteri sejak menjabat 21 Oktober 2024. Berdasarkan hasil evaluasi, Satryo menyimpulkan banyak peraturan yang menghambat kampus memiliki otonomi. “Karena saya lihat banyak permen yang mohon maaf, tidak sesuai dengan prinsip otonomi (perguruan tinggi) diatur semuanya,” ungkapnya.

Menurut Satryo, seluruh perguruan tinggi harus memiliki otonomi sendiri agar bisa menjadi lebih maju dalam berbagai bidang seperti di luar negeri. “Kenapa kita selalu tidak bisa mendekati mereka (menyamai luar negeri) satu hal yang sangat berbeda, mereka semua kampus otonomi. Kita meskipun ada PTN BH, tapi belum maksimal otonominya, itu masih diatur macam-macam,” jelasnya.

Apa yang terungkap dari paparan menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro di atas, menimbulkan tanya, “Yang digembar-gemborkan Nadim Makarim sebagai merdeka belajar dan merdeka mengajar, hasilnya apa?” Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya bakal mengkaji ulang terkait beberapa kebijakan yang diterapkan di pemerintahan sebelumnya.

Seperti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru jalur zonasi dan Ujian Nasional yang ditiadakan hingga penerapan Kurikulum Merdeka Belajar. “Jadi, soal ujian nasional, PPDB zonasi, Kurikulum Merdeka Belajar, apalagi ya, yang sekarang masih menjadi perdebatan, nanti kita lihat semuanya dengan sangat seksama dan kami akan sangat berhati-hati,” kata Abdul Mu’ti seperti dikutip dari Antara.

Jalur zonasi menimbulkan kekacauan dalam PPDB, UN yang dihilangkan juga menghasilkan peserta didik berstandard rendah. Jadi sangat beralasan apa yang dikemukakan menteri Satryo di atas, bahwa lulusan S1 di Indonesia memiliki kekurangan. Karena dari sistem penerimaan peserta didik baru di tingkat TK pun sudah dijegal dengan aturan zonasi yang membingungkan para orang tua.

Masalah “tulisan tangan” seperti yang diposting di blog ini kemarin, sebagai keterampilan yang berusia 5.500 tahun, pada kenyataannya, dipengaruhi kemajuan teknologi era digital dan keberadaan platform media sosial yang serba cepat dan terbatas, membuat gaya komunikasi generasi saat ini berubah. Media sosial membuat mager dan jarang menulis panjang membuat keterampilan menulis menurun.

Sumber: Kompas.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...