Langsung ke konten utama

Muharam-an MT MIA

 
Ibu-ibu MT MIA foto bersama ustaz Ismet Munandar dan pengurus masjid.

Peringatan datangnya tahun baru Islam di masjid kami, mengisi tausiah PHBI mendatangkan ustaz Ismunandar alias Ismet Munandar. Yang pertama itu nama beliau yang sebenarnya, tapi oleh teman-teman satu pondokan ia lebih sering dipanggil dengan nama Ismet Munandar, jadi keterusan hingga sekarang.

Jebolan ponpes Lirboyo, Kediri, rupanya. Beliau mengisahkan sejarah Nabi Muhammad SAW bersama Umar bin Khattab hijrah dari Mekah ke Madinah. Dalam perjalanan singgah istirahat di Gua Tsur. Ada banyak versi cerita Umar digigit kalajengking di dalam gua saat menyiapkan tempat Nabi mengaso.

Sebelum Nabi SAW masuk ke dalam gua, Umar minta agar dirinya terlebih dahulu masuk guna memastikan apakah ada binatang buas di dalam gua atau tidak. Umar pun masuk dan membersihkan bagian dalam gua, tangannya disengat kalajengking. Setelahnya baru Nabi SAW dipersilakannya masuk ke dalam.

Selesai bersih-bersih, Umar keluar gua dalam keadaan pucat menahan rasa sakit tangannya karena disengat kalajengking. Nabi SAW bertanya, "Hei, Umar, kenapa kau pucat. Apakah kau takut?," tanya Rasulullah SAW. Dijawab "tidak" oleh Umar. "Apakah kau sakit Umar?" Akhirnya Umar mengaku digigit kalajengking.

Nabi SAW pun berdoa dan meludahi bekas gigitan kalajengking di tangan Umar. Rasa sakit perlahan reda dan Umar menjadi tenang, pucat hilang dan wajah Umar kembali seperti biasanya terlihat cemerlang dan penuh wibawa. Umar jadi bertambah keimanan karena doa Rasulullah SAW dikabulkan Allah SWT.

Sayangnya, materi ceramahnya tidak fokus pada masalah tertentu dan dibahas tuntas. Banyak hal beliau ketengahkan, tapi diuraikan melebar ke mana-mana akhirnya mengambang mengapung tak tentu arah, habis waktu idak karuan. Inti ceramah yang bisa dipetik; Nabi SAW hijrah dari Mekah ke Madinah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...