Beringin Halaman Sekolah

Pohon beringin di halaman sekolah setelah digunduli.

Pohon beringin di halaman sekolah ini sepertinya ada penghuni gaibnya. Seorang petugas dari Dinas Tata Kota yang diminta memotong dahan dan ranting hingga sedikit gundul seperti foto di atas, kabarnya sakit.

Sakit. Hanya begitu narasi yang tersiar jadi bisik-bisik di lingkungan sekolah. Waku mengantar bini beberapa hari lalu, sekuriti mengisahkan itu ketika saya tanya mengapa nggak dihabisin sekalian hingga akarnya.

“Wah, boro-boro sampe akar, wong segitu aja bikin orang yang motong sakit,” kilahnya. “Hah, sakit, apa sebabnya?,” tanya saya. Ah, jadi kepo. Ia pun cerita blab la bla. Tapi, memang dari dahulu daerah itu “adem.”

Tanjakan dupan kami menjuluki jalan menanjak di depan sekolah itu. Dahulu pernah kejadian truk nggak kuat nanjak mundur dan terguling menimpa premotor ibu dan anak. Si ibu tewas seketika, anaknya menyusul.

Anak balita sekira usia dua tahun yang dibonceng si ibu sempat dirawat di RS, tetapi meninggal menyusul si ibu kemudian. Jauh sebelum kejadian itu, pernah ada penampakan makhluk astral berdiri di pemisah jalan.

Dahulu jalan dua jalur itu tingginya tidak sejajar, diberi besi pengaman di pemisahnya. Nah, teman pulang kea rah Kemiling melihat ada sosok berdiri di besi pemisah itu. Diceritakannya di kantor keesokanan hari.

Cerita itu pernah saya tulis di facebook berjudul “22 Tahun BKP.” Kini ketinggian jalan sudah rata sebelah menyebelahnya. Setelah ada perumahan elit di atasnya, jalan dikasih lampu penerangan, nggak serem lagi.

Nggak cuma di beringin itu dan jalan depannya, di dalam lingkungan sekolah pun jika ia/dia seorang indigo bisa melihat penampakan makhluk astral. Anak-anak yang kemah pramuka sering ada yang kesurupan.

Lambat laun kejadian-kejadian sedikit seram seperti itu mulai berkurang. Sudah lama juga saya dan istri tidak pernah menyambangi teman-teman istri yang menunggui anak-anak kemah pramuka di sekolah.

Kembali ke cerita ‘penjagal’ pohon beringin yang jatuh saki itu, sepertinya ia ketulahan karena lancang menggunduli habitat makhluk astral yang ‘hidup’ di situ tanpa permisi. Atau sudah permisi, tetapi tak diterima.

“Rumah kami digunduli, kau kami sakiti,” mungkin begitu solilokui yang cocokologi untuk mencari tahu mengapa sampai begitu ending dari sebuah upaya memangkas dahan dan ranting beringin halaman sekolah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan