Langsung ke konten utama

Tasu’a dan Asyura

Kalender Masehi dan Hijriyah

Terjadi kesimpangsiuran pendapat di antara teman-teman perihal puasa Tasu’a dan Asyura (9 dan 10 Muharam). Kalender versi pemerintah dan Muhammadiyah, 1 Muharam bertepatan 7 Juli sehingga 9 dan 10 Muharam jatuh pada Senin dan Selasa 15 dan 16 Juli. Sementara versi NU, 1 Muharam jatuh pada Senin 8 Juli sehingga warga nahdiyin melakukan puasa Tasu’a dan Asyura pada Selasa dan Rabu 16 dan 17 Juli 2024.

Perbedaan di atas tidak meruncing jadi perdebatan sengit. Di antara teman-teman cukup tukar pendapat, perkara keyakinan diserahkan sepenuhnya terpulang kepada hati nurani masing-masing. Alhasil ada yang puasa Tasu’a dan Asyura Senin dan Selasa 15 dan 16 Juli, ada pula yang Selasa dan Rabu 16 dan 17 Juli. Menurut keterangan ulama di YouTube, semua bagus dan boleh. Yang tidak bagus dan tidak boleh, yaitu tidak puasa.

Muhammadiyah hijrah mengikuti Kalender Global Hijriyah Tunggal (KGHT) yang ditentukan berdasarkan kriteria imkan rukyat dan konjungsi. Menurut laman resmi Muhammadiyah, “Berdasarkan kriteria KGHT, kondisi ini sudah memenuhi syarat untuk menetapkan awal bulan Muharam 1446 H yang jatuh pada Ahad, 7 Juli 2024.” Yang ditetapkan Muhammadiyah ternyata bersesuaian dengan ketetapan pemerintah.

Berbeda dengan pemerintah dan Muhammadiyah, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (LF PBNU) menetapkan tanggal 1 Muharam 1446 H jatuh pada Senin, 8 Juli 2024 atau dimulai pada Minggu, 7 Juli 2024 malam Senin. Demikian tertulis dalam pengumuman No : 04516/LF-PBNU/VII/2024 yang dikeluarkan Sabu (6/7/2024. Penetapan itu atas dasar istikmal (bulan sebelumnya digenapkan 30 hari).

Hari Asyura merupakan salah satu hari penting dalam ajaran Islam berkaitan dengan peristiwa pertempuran Karbala yang membuat Rasulullah SAW sangat sedih karena cucu beliau Hasan dan Husen nyaris terbunuh. Dari itulah peristiwa tersebut diperingati dalam menyambut datangnya tahun baru hijriyah. Rasulullah SAW berpuasa pada 10 Muharam. Kaum Yahudi pun punya tradisi yang sama, berpuasa pada tanggal 10 Muharam.

Untuk membedakan keduanya, Rasulullah SAW menganjurkan berpuasa juga pada satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya. Puasa satu hari sebelumnya itu disebut Tasu’a untuk membedakannya dengan kaum yahudi. Tetapi, Rasulullah SAW belum sempat melaksanakan puasa Tasu’a karena beliau keburu wafat. Maka, sahabat-sahabat yang melanjutkan kepemimpinan beliau tidak begitu mengharuskannya.

Yang paling utama adalah puasa Asyura di 10 Muharam. Diupayakan jangan sampai tidak. Tetapi, bila ada di antara umat Muhammad SAW yang pengin melaksanakan puasa sehari sebelum Asyura atau sehari sesudahnya boleh-boleh saja, bahkan itu yang lebih afdal untuk membedakan puasanya umat Muhammad SAW dengan kaum yahudi. Apa pun narasinya yang bagus dan boleh adalah puasa, yang tidak bagus tidak puasa.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...