Be Strong and Respectable
Lagi, pagi tadi antar istri ikut kajian di masjid Ad-Du’a. Acara kajian
bertema “Menjadi Muslimah Kuat dan Terhormat” ditaja oleh Lingkar Muslimah
dengan menghadirkan narasumber Dr. Sheila Dwi Loviani, M.Pd. pakar kebugaran
dan olahraga kesehatan serta dosen Universitas 11 April.
Sebelum Coach Sheila tampil, terlebih dahulu ustazah Umi Yusdiana (founder dari Lingkar Muslimah) menyampaikan sambutan atas kehadiran ummahat-ummahat shalihah yang membeludak memenuhi masjid Ad-Du’a baik di lantai 1 maupun 2 yang antusias pengin menyimak kajian dari Umi Sheila.
Umi Yusdiana mengisahkan kekuatan wanita-wanita di zaman Rasulullah mendampingi dan mengikhlaskan suami mereka (para sahabat Rasulullah SAW)
berjuang menegakkan agama Allah SWT. Bahkan ada di antaranya yang ikut berpartisipasi aktif
sebagai kurir pengantar makanan untuk Rasulullah SAW.
Dikisahkan, Asma binti Abu Bakar mengirim makanan untuk Rasulullah SAW
dan Abu Bakar yang singgah beristirahat di Gua Tsur saat dalam perjalalan
hijrah ke Madinah. Padahal, jarak Makkah ke Gua Tsur sejauh 13,5 Km ditempuhnya
dengan berjalan kaki, betapa strong
Asma binti Abu Bakar.
Tidak hanya sekadar mengantar makanan untuk Rasulullah SAW dan ayahnya, Asma
binti Abu Bakar juga terkenal dengan sifa kedermawanannya. Wanita yang dilahirkan 27
tahun sebelum hijrah itu termasuk salah satu wanita Makkah yang pertama masuk
Islam. Dia mendapat gelar ‘Dzatun Nithaqaini’.
Dzatun Nithaqaini (wanita yang memiliki dua selendang). Sebutan itu bermula dari waktu Rasulullah dan Abu Bakar bersiap-siap untuk hijrah di malam hari (agar tidak diketahui kaum Quraisy). Dengan penuh kecintaan terhadap Islam dan Rasul-nya, Asma menyobek selendangnya menjadi dua helai.
Helai pertama dia gunakan untuk menutupi tempat makanan atau bekal untuk
Rasulullah yang akan diantarnya dan helai lainnya untuk menutupi
kepalanya dari sengatan matahari. Julukan ‘Dzatun Nihaqaini’ itu pernah
digunakan penduduk Syam untuk mengolok-olok putranya Abdullah Ibnu Zubair.
Pada saat hijrah, Abu Bakar membawa seluruh uang simpanan 5K–6K
dinar. Hal itu sampai ke telinga kakeknya yang buta, Abu Quhafah, lalu datang menanyakan
kebenarannya kepada Asma. “Demi Allah, sungguh aku mendengar Abu Bakar telah
meninggalkanmu dengan membawa seluruh uangnya?”
Mendengar pertanyaan iu, Asma menjawab, “Sekali-kali tidak, wahai,
Kakek! Sesungguhnya beliau telah menyisakan buat kami harta yang banyak.” Asma pun
mengambil batu-batu dan meletakkannya di lubang angin, tempat ayahnya pernah
meletakkan uang itu dan menutupnya dengan selembar baju.
Asma kemudian memegang tangan kakeknya dan berkata, “Letakkan tangan
kakek di atas uang ini.” Sang kakek pun merasa lega, lalu berkata, “Kalau
memang dia telah membekali uang yang cukup, maka ia telah berbuat baik
kepadamu.” Begitu respectable dan
bijak Asma menenangkan kegundahan kakeknya.
Padahal, yang terjadi sesungguhnya, tak satu keping dinar pun ditinggalkan
Abu Bakar untuk keluarganya. Kendati begitu, Asma sama sekali tidak gusar dan
takut kekurangan. Asma mengikhlaskan dan tidak menuntut ayahnya meninggali mereka
bekal. Bagaimana Asma memenuhi kebutuhan mereka? Wallahu’alam.
Komentar
Posting Komentar