Langsung ke konten utama

Hidupkan Baitullah

Menara masjid al-haram saat pukul 05.14 waktu Makkah atau 09.14 WIB saat di sana baru akan dilaksanakan salat idul adha. (6/6/2025)

Saya perhatikan di TV Kingdom of Arabia, di saat calon jemaah haji dari seluruh dunia keluar kota Makkah, pergi berduyun-duyun ke Arafah untuk berwukuf, tetapi masih ada sedikit orang bertawaf mengelilingi kakbah, dalam hati bertanya, siapkah gerangan mereka, kok nggak ikut wukuf di Arafah?

Ternyata, mereka adalah sebagian kaum wanita muda dan lansia penduduk kota Makkah sengaja datang untuk menghidupkan Baitullah (mengisi kekosongan masjid al-haram) supaya Baitullah tidak sepi. Mereka puasa, berbuka, salat magrib dan isya berjamaah. Dan tawaf mengelilingi kakbah hingga malam lebaran.

Tradisi menghidupkan Baitullah itu disebut dengan istilah yaumul khullaif sudah dilakukan penduduk kota Makkah, terutama para wanita, sejak dari zaman dahulu, di saat para prianya sibuk melayani tamu Allah SWT yang sedang menyelesaikan rangkaian ibadah haji di armuzna (arafah, muzdalifah, dan mina).

Beginilah suasana saat ditinggal CJH wukuf ke Arafah, tetap ada aktivitas di mataf kakbah. Para wanita dan lansia penduduk Makkah mengisinya dengan tawaf dan salat berjamaah. (5/6/2025)

Sangat menarik. Karena jumlah mereka sangat sedikit sehingga membuat mereka begitu leluasa menyentuh kakbah dan mencium Hajar Aswad. Sesuatu yang tak mudah dilakukan di saat umrah apalagi haji dengan ribuan orang tawaf dan ada pula yang nggelendot di sekeliling dinding kakbah dan pagar Hijir Ismail.

Banyak kisah berkorban bisa dipetik dari sejarah berkurbannya Nabi Ismail dan ayahnya Nabi Ibrahim. Juga bersinggungan dengan kisah kurban Qabil dan Habil putra Nabi Adam. Yaitu berkorbannya sebagian wanita penduduk Makkah, bertawaf mengisi mataf kakbah saat ditinggal CJH, menuju ke Armuzna.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...