Langsung ke konten utama

Kas Masjid

Tadi salat Jumat (jumatan) di salah satu masjid jami' di Jalan Dr. Susilo, Bandar Lampung. Seperti kegaliban, masjid di mana-mana sebelum khatib naik mimbar membacakan khutbah, pengurus masjid (DKM) mengumumkan keuangan masjid yang meliputi saldo kas, uang masuk dari perolehan infak jumat minggu lalu, dan pengeluaran insentif khatib sehingga diperoleh jumlah saldo akhir kas masjid.

Dari yang diumumkan DKM tadi, saya tak mencatat. Hanya merekam dalam ingatan sehingga jumlah yang saya terakan di sini, tidak sama persis dengan yang diumumkan. Tapi, gambarannya kurang lebih begini; jumlah saldo kas 80.7xx.300, infak jumat minggu lalu 2.2xx.300 sehingga total 82.9xx.300. Pengeluaran untuk membayar insentif khatib/imam sebesar 200.000 sehingga saldo akhir kas 82.7xx.300 rupiah.

Ilustrasi, menara masjid al-haram Makkah al-mukarramah. (foto: zy)

Mendengar jumlah kas masjid lebih dari 80 juta, saya pikir kaya juga masjid yang lumayan besar dan bagus itu. Orang yang jumatan rata-rata memarkir mobil maupun sepeda motor (orang the have), maka sesuai sekali uang masuk dari infak salat jumatan berkisar 2 juta. Tapi, yang diumumkan DKM hanya pengeluaran untuk bayar insentif khatib/imam, bayar listrik dan pengekuaran lain-lain kok tidak disinggung, kenapa?

Masjid dekat rumah kami, pengeluaran untuk bayar insentif khatib/imam juga sebesar 200 ribu, masih bisa dikatakan sesuai karena masjid ini masih terus melanjutkan rehab dengan dana yang didapat dari swadaya murni warga di 4 RT. Agak mengherankan, dengan uang kas segede itu, insentif khatib/imam di masjid jami' itu kok, ya, cuma 200 ribu. Bandingkan dengan masjid di Jl. KH. Mas Mansur, berani bayar gaji marbot 800 ribu/bulan (dahulu, entah sekarang).

Masjid Jogokariyan Jogja nggak saya bahas panjang lebar. Tapi, yang jelas, berapa pun perolehan infak dari jemaah dan donasi dari para donatur, kas masjid selalu dibuat nol rupiah. Uang infak dan donasi dari para jemaah dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat. Itu wujud tanggung jawab moral menjalankan tugas kepengurusan dengan amanah. Bahkan, pernah kejadian motor jemaah hilang, oleh pengurus masjid Jogokariyan motor itu diganti. Ya, dari dana kas masjid yang merupakan uang jemaah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...