![]() |
| Kibas (domba atau biri-biri berbulu tebal), hewan pengganti sembelihan Nabi Ibrahim tatkala akan menyembelih putranya Ismail. (gambar: BAZNAS) |
Maroko yang merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim, untuk kali pertama Raja Mohammed VI melarang warganya berkurban pada Hari Raya Iduladha tahun 1446 H. Apakah yang jadi alasannya? Inilah uraian Tempo.co.
Untuk kali pertama di bawah pemerintahan Raja Mohammed VI,
warga Muslim Maroko merayakan hari Iduladha tanpa ritual penyembelihan hewan. Mereka ikut arahan kerajaan di tengah kesulitan ekonomi yang semakin dalam dan krisis
pertanian.
Iduladha merupakan salah satu hari raya paling suci bagi umat
Islam di seluruh dunia termasuk Maroko. Namun, tahun ini perayaan Iduladha yang jatuh
pada 7 Juni 2025 di negara Afrika Utara tersebut diperkirakan akan terlihat amat berbeda.
Melansir Middle East Eye, kegaliban umat Muslim menandai Hari Raya Iduladha menyembelih seekor domba atau hewan lain, lalu membagi dagingnya dengan keluarga, dan menyumbangkan sebagian dagingnya kepada mereka yang kekurangan.
Namun, setelah tujuh tahun cuaca kering, jumlah domba Maroko
telah berkurang hingga 38 persen. Akibatnya harga domba meningkat begitu drastis. Tahun
lalu, harga domba mencapai sekitar US$ 600 per ekor. Belum diketahui tahun 2025 ini.
Di sisi lain, upah minimum di negara kerajaan itu pada 2025 adalah 3.100
dirham sebulan atau sekitar US$ 335, membuat biaya membeli domba tidak
terjangkau bagi banyak orang. Sebagai tanggapan, Raja Mohammed VI terbitkan surat.
Februari lalu, Raja menerbitkan larangan melalui surat yang
dibacakan oleh menteri urusan Islam, bahwa keluarga-keluarga tak diperbolehkan untuk menyembelih domba tahun ini. Tapi, sebagai ganti, Raja berkurban atas nama
rakyat Maroko.
“Melakukannya dalam situasi yang sulit seperti ini akan
menyebabkan kerugian nyata bagi banyak rakyat kita, terutama mereka yang
berpenghasilan terbatas,” bunyi surat Raja Mohammed VI yang dibacakan menteri
urusan Islam tersebut.
Surat pengumuman seperti itu belum pernah dibuat sejak pemerintahan
mendiang Raja Hassan, yang membatalkan berkurban tiga kali selama memerintah karena alasan sama atau setelah Perang Pasir tahun 1963
dengan negara Aljazair.
Raja Maroko memiliki otoritas tertinggi di negara tersebut.
Sebagai Panglima Umat Beriman atau sebagai Amir al-Mukminin, ia memiliki
keutamaan dalam mengambil keputusan bersifat strategis, termasuk dalam hal kegiatan
keagamaan.
Mohammed Jadri, seorang ekonom Maroko dan direktur
Observatory of Government Action, satu organisasi bergerak dalam pemantauan swasta, meyakini
pembatalan kurban dapat bermanfaat. (Dipertimbangkan manfaat atau mudaratnya).
“Kita tahu saat ini bahwa daya beli banyak warga negara telah
menurun drastis. Oleh karena itu, membatalkan (berkurban) pada Iduladha dapat
menyelamatkan mereka dari pengeluaran sumber daya keuangan yang cukup signifikan,” katanya.
Sebagai tenanggapan atas pengumuman Raja itu, pemerintah meluncurkan inisiatif
untuk membantu pekerja pada sektor pertanian. Menteri Pertanian Kerajaan Maroko, Ahmed El Bouari, mengatakan
pada tanggal 22 Mei 2025 lalu, dalam jumpa pers bahwa pemerintah akan memberikan stimulus.
Stimulus tersebut dalam bentuk pemerintah akan mengalokasikan anggaran dana sebesar 700 juta dirham atau setara dengan US$ 76,5 juta (subsidi) untuk merestrukturisasi sektor
pertanian dan dana buat membatalkan utang 50.000 orang peternak.
Sumber: Tempo.co –Dewi Rina Cahyani

Komentar
Posting Komentar