Langsung ke konten utama

Kiblat Perjalanan

Pemotongan anggaran atau efisiensi yang dilakukan pemerintah mungkin dianggap sebagai kebijakan absurd, tapi di tengah kecamuk perang di Timur Tengah, ngirit pengeluaran adalah perkara penting untuk dijadikan 'kiblat' agar arah perjalanan ekonomi stabil. Hidup lurus-lurus saja.

Perjalanan menempuh alur hidup di masa sulit saat ini, tidak mudah untuk diwujudkan. Tapi, ketika 'libur sekolah t'lah tiba' seperti lagunya Tasya Kamila, siapa orangnya yang tidak kepengin ke mana-mana. Maka, stay cation yang lumayan gede ragate, menjadi salah satu pilihan di antara berbagai pilihan sulit lainnya.

Jika mesti liburan ke luar kota, ke Jogja, misalnya, mungkin tidak mudah ditempuh karena ongkosnya lebih gede dibanding sekadar stay cation di hotel, maka stay cation lah pilihan yang terpaksa dilakukan. Wakakin, tidak ada yang mudah di masa ekonomi sulit sekarang ini. Hidup serba salah, itu keniscayaan.

one cup black coffee with white sugar

Ah, ini juga --stay cation-- di hotel Akar kan karena diajak membersamai keponakan yang liburan dari Jakarta. Short weekend dalam rangka tahun baru hijriah bisa dinikmati dari Jumat hingga Ahad lusa. Sejenak rehat dulu dari kesibukan kerja sehari-hari, meluruhkan jenuh dari kemacetan belantara Jakarta.

Kesimpulannya, kendati pemotongan anggaran jadi kebijakan pemerintah, di ranah personal masing-masing orang punya caranya sendiri-sendiri untuk mengisi liburan. Tak kuat ragat ke luar kota, ya, di dalam kota pun jadi. Stay cation di hotel pilihannya. Ya, pilihan sulit karena kesulitan ekonomi melilit.

Pilihan sulit yang gak sulit-sulit amat. Terlihat dari tamu hotel Akar yang lumayan ramai memenuhi ruang breakfast. Tentu mereka itu para penempuh perjalanan yang memiliki 'kiblat'-nya masing-masing. Liburan adalah obat paling mustajab bagi raga dan jiwa agar sehat badan dan waras pikiran. Simpel kan?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...