Langsung ke konten utama

Matahari Istirah

Tidak banyak yang mengetahui bahwa ada fenomena di mana matahari “diam” dan tidak bergeser. Dalam bahasa agama, istirah. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 21 Juni. Untuk tahun 2025 ini, jatuh pada hari Sabtu kemarin.

Tanggal ini merupakan momen solstis musim panas di belahan Bumi utara hari dengan siang terlama dan malam terpendek, saat Matahari tampak berhenti di posisi paling utara. Dalam ilmu geografi disebut dengan “matahari pasat utara.”

Lintasan semu tahunan Matahari (foto: Andi Pangerang/LAPAN) - | detiknet - detikcom |

Menurut Badan Antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA) yang dilansir dari wikipedia, fenomena ini terjadi karena “sumbu rotasi Bumi miring 23,5° terhadap bidang orbitnya”, sehingga Matahari terlihat tepat berada di atas Garis Balik Utara (Tropic of Cancer) pada siang hari.

Fenomena ini berdampak signifikan bagi wilayah utara Bumi, 21 Juni menjadi hari dengan durasi siang terpanjang, sementara di belahan selatan justru mengalami malam terpanjang menandai datangnya musim dingin. Fenomena udara dingin ini saya rasakan beberapa hari, di awal Juni.

Dari luar angkasa, satelit pemantau iklim milik Eropa, European Space Agency (ESA) seperti Soil Moisture and Ocean Salinity (SMOS) menunjukkan elevasi Matahari yang mencapai titik paling utara di langit saat solstis. Yaitu pada tanggal 21 Juni kemarin.

“Pada solstis Juni, titik sub‑solar berada paling jauh ke utara pada 23,44° Lintang Utara,” tulis ESA dalam situs resminya resminya, www.esa.int, yang menjelaskan bahwa posisi ini membuat matahari tampak ‘diam’ di langit sebelum kembali bergeser ke arah selatan.

Solstis sendiri berasal dari bahasa Latin sol (Matahari) dan sistere (berhenti), merujuk pada gerakan harian Matahari yang seolah-olah berhenti saat mencapai titik ekstrem utara atau selatan. Pergantian terjadi sepanjang tahun, tiap enam bulan.

Dengan demikian, 21 Juni bukan hanya penanda pergantian musim, tetapi juga pengingat atas keteraturan semesta yang terus berputar mengikuti hukum alam ciptaan Tuhan. Setelah berada di paling utara, perlahan bergerak ke selatan.


sumber: rri.co.id


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...