Langsung ke konten utama

Slilit Lansia

Tusuk gigi (Bobo.ID - Grid.ID)

Selagi menikmati pecel lele di sebelah kopi kenangan seberang McD, Superindo di depan mengerlingkan lelampu, jadi pengin nyamperin. Selesai makan kami mampir, belanja buah-buahan. Stok memang habis.

Istri pilih buah kesemek, saya pilih jeruk mandarin wokam. Saya perhatikan struk belanja, harga jeruk mandarin di Superindo lebih miring ketimbang penjual pinggir jalan. Pembalikan fakta asumsi umumnya.

Nemen, seperti judul lagu koplo, makan apa pun mesti jadi slilit di sela gigi saya. Bila makan jeruk mandarin wokam mending ada manis-manisnya. Sialnya, makan daun-daunan sayur pun ternyata akan menyelilit juga.

Slilit Sang Kiai, seperti bukunya Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun, mending. Enak dibaca. Lah, ini, slilit lansia, jadi keharusan menyingkirkannya setiap kali menyudahi makan. Kalau tidak, aduh, bikin ngenyut.

Pernah bubar kondangan di Bagasraya, saya buru-buru ke parkiran buat mendongkel slilit karena rasa ngenyut bikin saya gelisah di tengah antrean tamu mengular hendak menyalami pasangan pengantin.

Yang paling bikin ngenyut bila slilit berupa serpihan daging. Bila slilit bikinan brokoli dari sop atau sayuran karedok dan buah-buahan pada asinan Jakarta, tidak begitu bikin ngenyut. Semacam ada toleransi begitu.

Sela gigi yang selalu jadi sarang slilit sepertinya tidak bisa diupayakan mentreatmentnya. Lain hal kalau gigi berlubang, bisa redam dengan cara ditambal (selagi masih bisa) atau dicabut sekalian. Beres persoalan.

Pecel lele samping kopi kenangan, Kemiling Estate, Kota Tapis.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...