Langsung ke konten utama

Tentang Puasa Arafah


'Kawan jalan subuh' meng-share video tentang puasa Arafah. Kata ustaz yang berceramah, "Puasa sunah Arafah disaat orang yang berhaji sudah selesai wukuf dan sudah salat Iduladha itu tidak sah. Jangankan mendapat ganjaran pahala malahan justru berdosa."

Saya jawab, "Puasa Arafah itu bukan berdasar momentum wukuf, melainkan berdasar tanggal 9 Zulhijjah. Di Indonesia tanggal 9 Zulhijjah itu besok Minggu, tanggal 10 Zulhijjah Senin." Ia balik jawab dengan tampilan stiker bertuliskan, "Gitu, ya...?"

Yang ceramah ustaz Fahmi al-Anjatani. Ia sampaikan kajian hukum puasa sunah Arafah itu di Masjid ABA Cirebon. Jika menilik kata Anjatan pada namanya dan tempat ia berceramah, maka bisa ditebak bahwa pak ustaz itu orang asli Anjatan, kabupaten Indramayu.

Dari tahun ke tahun persoalan puasa sunah Arafah ini selalu muncul jadi perbalahan, memperdebatkannya di medos menguras energi, membakar kalori. Karena ada saja ustaz (baru) yang menjadikannya bahan ceramah. Sialnya, itu jadi biang keriuhan antarumat.

Ustaz Adi Hidayat (UAH) membeberkan penjelasan dengan amat gamblang, "Puasa Arafah itu tergantung di mana tempat berada. Walaupun di Mekah sudah terbit hilal bila di suatu tempat belum, maka hitungan bulan di suatu tempat itu digenapkan 30 hari."

Momentum wukuf sudah berlangsung kemarin dan hari ini di Mekah sudah lebaran Iduladha. Sementara di Indonesia masih tanggal 9 Zulhijjah. Saya dan istri puasa sejak kemarin (sunah Tarwiyah) dan hari ini (sunah Arafah). Lillahita'ala, Allah SWT Mahatahu.

Di beberapa tahun yang lampau juga pernah terjadi seperti hari ini, di Mekah sudah lebaran Iduladha sedangkan kami baru menjalankan puasa sunah Arafah karena pemerintah Indonesia (cq. Menteri Agama) belum memutuskan tanggal hari raya kita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...