Langsung ke konten utama

Arti Sebuah Nama

Di pemakaman komplek perumahan Jl. Untung Suropati saat kami memakamkan kerabat dua hari lalu, terbaca di tanda nisan (mirip) nama Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy. Mengapa saya katakan mirip? Karena nama presiden USA itu cara penulisannya seperti di atas sementara yang tertera di makam tertulis Jhon Kenedy. Jauh berbeda bukan?

Ya, nama presiden USA penulisannya menurut cara orang sono sedangkan yang di makam cara orang sini. Tentang sejarah asal mula nama yang di makam itu, barangkali orang tua si pemilik nama di makam terinspirasi nama sang presiden negara Paman Sam. Berarti wawasan kesejarahannya terbilang luas. Artinya, ia tahu siapa John F. Kennedy.

Apalah arti sebuah nama? Pernah mendengar ungkapan itu kan? Ya, apalah arti sebuah nama, kesannya seperti tidak begitu penting membuat nama dengan memikirkan makna. Tetapi, tidak sedikit orang tua saat merancang nama anaknya yang baru lahir meniru nama tokoh, artis, aktor, atau menggutak-gatukkan nama orang tua si jabang bayi.

Akan halnya nama yang saya baca di makam yang mirip nama presiden USA itu tentulah si orang tua terkesan dengan ketokohan John F. Kennedy sehingga menyematkannya pada anaknya yang baru lahir. Kebetulan anaknya berkelamin laki-laki sehingga klop sekali. Dan, bayangannya kelak si anak akan harum namanya seperti presiden USA.

Nama adalah doa! Pernah juga mendengar ungkapan seperti itu kan? Ya, banyak nama yang terdengar kebarat-baratan atau ketimur-timuran. Biasanya yang kerap membuatkan nama anak yang ketimur-timuran adalah orang Melayu yang banyak terdapat di pesisir Pulau Sumatra dan Kalimantan dengan nama yang cenderung kearab-araban.

Nama yang terdengar kearab-araban misalnya menggunakan Muhammad atau Ahmad, Khadijah, Nur, Syah, Zam, Zain, Zul atau yang mengandung huruf Z, dan lain sebagainya. Penggunaan nama yang khas begitu, maka akan mudah bagi orang tertentu menebak berasal dari mana seseorang dengan cara mencermati nama yang disebutkannya.

            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...