Langsung ke konten utama

Musim Tren Busana

Sekadar ilustrasi, image source: Ameera - Republika

Tadi siang ngantar istri memvermak mukena pada penjahit langganannya di lantai 2 Bambukuning Trade Center (BTC). Namanya mbak Nur. Dahulu ketika kali pertama menggunakan jasanya, dia masih buka usaha di kios darurat di jalan sisi kiri bangunan BTC (depan Toko Abang Adek). Setelah renovasi Pasar Smep selesai, para penjahit termasuk mbak Nur direlokasi ke lantai 2 BTC dan bangunan kios darurat dibongkar, jalan pun menjadi lapang dijadikan lahan parkir.

Ketika masuk waktu zuhur, saya dan istri pamit ke masjid sementara mbak Nur merampungkan vermakan dua set mukena dan satu helai gaun. Kembali hendak naik ke lantai 2, kami berdua keliling sejenak di lantai 1 sekadar untuk menyapukan pandangan sekilas ke busana apa yang sedang dipajang di masa ini. Oh, pasca-musim haji biasanya musim orang menikah, maka yang dipajang dominan busana batik menggantikan baju koko dan gamis menjelang lebaran lalu.

Fenomena pergantian tren busana yang dijual mengikuti even lebaran dan musim orang menikah sudah lama saya perhatikan. Bulan Ramadan hingga lebaran marak baju koko dan gamis, bulan haji dan seterusnya marak baju batik. Di Lampung ini tiada tabu-tabuan pamali-pamalian, bulan Muharam pun banyak orang menikah, ramai perhelatan waliamtul ursy. Beda dengan masyarakat Jawa, bila masuk bulan Muharam tak ada yang berani menggelar acara hajatan pernikahan.

Hajatan bulan Muharam bagi masyarakat Jawa sangat ditabukan. Semacam ada kepercayaan pada kesialan yang mungkin akan terjadi. Selambat-lambatnya bulan Zulhijjah atau bulan haji urusan rencana menggelar hajatan kudu sudah selesai. Maka, akhir-akhir ini acara kondangan jadi kesibukan tersendiri. Hari Minggu depan sudah tanggal 1 Muharam karena di Lampung bukan persoalan, maka tak ada kesalahan tetap hajatan, ya, minggu depan kami ada acara kondangan.

Kembali ke masalah batik. Saya heran, blususkan di Pasar Beringharjo, tidak secepat tertarik pada batik-batik yang dipajang di BTC. Barangkali corak batik yang menyebabkan begitu. Corak batik yang dijual di Pasar Beringharjo tentu saja batik Jogja sementara batik yang dijual di BTC atau gerai batik di mana pun di Kota Bandar Lampung, bisa jadi batik Pekalongan atau Solo. Walakin, corak-corak batik di BTC cepat sekali membuat saya kepincut untuk pengin membelinya.

Karena itu, sebagian kemeja batik yang saya miliki banyak yang dibeli di Simpur, BTC atau toko dekat CP. Mengutip id.everbesthoes.com, motif batik popular adalah sebagai berikut: Batik Megamendung, batik Sogan, batik Parang, batik Kawung, batik Sekar Jagad, batik Truntum, batik Sido Asih, batik Buketan, batik Ulamsari Mas, batik Lasem, batik Gentongan, batik Tujuh Rupa, batik Tambal, batik Celup, batik Cuwiri, batik Prada, batik Barong, batik Jepara, batik Ceplok, dan batik Gunungan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...