Anugerah Terindah Itu

Di pemakaman dilangitkan doa ke Haribaan-Nya, setelah jasad dipendam. Dari tanah kembali ke tanah. Itulah asal muasal diri manusia.

Baru dua malam lalu hadir di acara haul kerabat, pagi tadi kabar duka tersampaikan via WhatsApp. Lagi, ada kerabat berpulang. Faktor usia yang memang sudah sepuh. 84 tahun, masa hidup yang lumayan panjang.

84 tahun, jauh melampaui usia kanjeng Nabi Shallal-lahu 'alaihi wasallam yang cuman 63 tahun. Luar biasa banyaknya bonus usia (masa hidup) yang diperoleh beliau. Hampir tak pernah sakit yang tergolong serius.

Orang tua yang lahir di tahun 1920an, jauh sebelum Indonesia merdeka, hidup di masa perjuangan meraih status terbebas dari penjajahan, ikut berjuang didera masa paceklik dan lain derita yang mencekam.

Tetapi, justru membuat fisik mereka tangguh. Makan mereka benar-benar produk alam dari hasil tanam sendiri, terbebas dari bahan pengawet. Bumbu-bumbu juga murni dari tanam tumbuh di pekarangan rumah.

Beras dari sawah yang diolah sendiri, sayur mayur dan buah dipanen dari kebun sendiri membuat mereka sehat jauh dari penyakit degeneratif yang aneh-aneh yang memangsa generasi penikmat kemerdekaan.

Ayah saya wafat di usia 86 tahun. Ibu mertua wafat di usia 100 tahun 4 bulan. Sepertinya anugerah terindah itu bila sehat jasmani dan rohani, lahir dan batin. Hal itukah yang membuat mereka bisa panjang umur?

Bisa saja iya. Ayah saya dan ibu mertua tampaknya diliputi 'anugerah terindah itu' semasa hayat mereka. Anak-anak mentas satu per satu menghadirkan cucu-cucu yang menyenangkan, menekuni passion-nya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan