Well-Being
Well-being adalah perasaan lega dan bahagia mengenai situasi diri sendiri. Apa saja yang membuat seseorang lega dan bahagia? Banyak aspek yang berhubungan erat dengan kehidupan individu. Cinta, kondisi rumah tangga, hubungan dengan orang lain, pekerjaan, dan hal lainnya.
Dalam pekerjaan, well-being sering dikaitkan dengan kesehatan dan keamanan. Kesehatan bukan saja fisik, melainkan juga psikis. Banyak orang fisiknya tampak sehat, tetapi psikisnya tidak sehat. Tekanan mental akibat beban kerja dan tuntutan gaya hidup jamak dialami pekerja dan orang yang pengin eksis.
Bagi para pekerja, berkelit dari beban kerja memang bukan sesuatu yang mudah. Bukan pula sesuatu yang semestinya diterima, melainkan pilihan sulit. Problemnya adalah keterpaksaan karena tingginya persaingan di dunia kerja. Gap antara angkatan kerja dengan lapangan pekerjaan begitu menganga.
Maka, ada perusahaan yang menerapkan well-being untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman bagi para pekerjanya. Dibagi dalam tiga kategori besar: mental, fisik, dan sosial. Mental terdiri atas kognitif dan emosional. Sementara, fisik mempertimbangkan kebugaran, kenyamanan, gizi, dan lingkungan.
Sedangkan aspek sosial, belongingness dan kasih sayanglah yang perlu diperhatikan. Di sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi anak-anak. Di kantor, bos juga bisa jadi orang tua kedua bagi karyawan. Dengan catatan, guru dan bos yang mengayomilah yang bisa berperan jadi orang tua kedua tersebut.
Problemnya, nasib-nasiban. Bila diketemukan dengan guru yang baik, anak-anak akan merasa nyaman. Itu nasib baik. Begitupun karyawan, bila bosnya baik, mereka akan bekerja dengan nyaman, memiliki sense of belonging dan responsibility yang baik. Itu juga nasib baik dan tentu faktor kebetulan.
Tetapi, sekadar gaya hidup dan keinginan terlihat eksis yang diidamkan sebagian orang, ini yang diam-diam menjelma jadi virus memangsa kebahagiaan. Virus yang tergolong penyakit hati tanpa disadari jadi pemangsa segalanya. Fisik digerogoti, lama-lama jadi kurus. Psikis menjadikan emosi tidak terkontrol.
Referensi: Kompas, Sabtu, 13 Maret 2021 dalam rubrik "Karier Experd" yang diampu Eileen Rachman dan Emilia Jacob.
Komentar
Posting Komentar