Langsung ke konten utama

November Rain

Jalan di wilayah Wayhalim Bandar Lampung basah oleh hujan, Rabu (1/11/2023). Foto: Sri/Kupastuntas.co

Nah, akhirnya hujan datang juga, sekira tengah hari selepas zuhur tadi mengguyur kota Tapis Berseri Bandar Lampung. Perjalanan dengan taksi online terasa sejuk AC-nya, tidak gerah sampai lokasi tujuan, sebidang wahana usaha event pernikahan.

Melanjutkan acara kemarin, fiting beskap untuk calon manten. Hari ini tadi beskap untuk orang tua. Alamak... alangkah besar lingkar pinggang celana beskap tersebut. Benar-benar kedodoran pada pinggang saya yang kelangsingannya terjaga baik.

Bodi saya agak nyeleneh. Kalau beli kemeja batik lengan pendek ukurannya M, tetapi bila lengan panjang ukurannya harus L. Karena ukuran L panjang lengannya pas, ukuran M pasti lengannya akan kependekan. Begitu pula dengan beskap tadi.

Ukuran L cocok panjang lengannya, tapi bahunya terlihat lebih melebar. Ukuran M bodinya pas, tetapi panjang lengannya kependekan. Nyeleneh, kan? Ya, begitulah. Tetapi, tetap ukuran M juga yang dipilih pada akhirnya. Lingkar pinggang celana akan diakali.

Tidak mengapa lengannya kependekan sedikit, toh tidak terlampau mencolok. Apa iya, orang-orang begitu memperhatikannya. Bukankah di arena pesta tamu undangan akan asik sendiri-sendiri menikmati menu hidangan, lalu bersalaman dan pamit pulang.

Atau mungkin melanjutkan kondangan di tempat lainnya. Umumnya seperti itu, maka tidak ada alasan untuk insecure dengan penampilan beskap yang tangannya nggantung. Para tamu tidak hirau dengan hal yang sepele begitu. Jadi, tenang-tenang sajalah.

"November Rain" lagunya Gun n Roses, sayangnya nggak mengalun dari audio taksi online yang kami tumpangi. Mau bersenandung sendiri takut dikira terlampau meromantisme hujan yang turun di awal November. Baik, menikmati aroma tanah basah saja.

Aroma tanah basah dinamai petrikor, angu, dan angpo. Sebuah bau yang khas ketika tanah yang lama dicambuk kemarau tiba-tiba disiram hujan. Baunya sungguh alami atau natural. Bila tidak tahan baunya, menghindar saja dengan menutup hidung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...