Langsung ke konten utama

Jendela Baru

Si “jendela baru”, uppps... ada penampakan tembok rumah tetangga belakang.

Entah kapan jendela berbingkai kayu di sini diganti. Sejak pertama mendirikan tembok belakang rumah, memang dirancang agak dimajukan agar ada celah pemisah dengan rumah di belakang. Tujuannya agar ada rongga untuk sirkulasi udara dan cahaya penerang lewat jendela.

Ketika bingkai jendela itu rapuh kemudian diganti. Nah, saya lupa kapan tahun digantinya itu. Yang jelas jendela pengganti itu kembali rapuh dan butuh diganti. Opsi penggantian apakah kembali ke bingkai kayu atau move on ke bingkai aluminium seperti umumnya zaman now.

Opsi terakhir yang diputuskan final, bingkai diganti jadi aluminium. Sejak beberapa hari lalu dipesan dan diproses pembuatannya dengan terlebih dahulu dilakukan pengukuran. Upppss… ada kekeliruan dalam pengukuran dan desain. Saya punya keinginan lubang angin dibuang saja.

Tetapi, keinginan kadang tidak sama dengan apa yang didapatkan. Nyatanya istri saya tidak setuju lubang angin dibuang. Maka, dilakukan desain ulang, hanya dibuat bingkai buat jendela tanpa ada tambahan buat kaca mati di bagian atas sebagai pengganti lubang angin. Deal, diproses, jadi.

Sejak kemarin dilakukan proses pembongkaran bingkai jendela lama dan pemasangan bingkai jendela baru. Bingkai aluminium dipasang dan merapikan tembok kiri-kanan-atas-bawah dengan adukan pasir-semen. Hari ini dilanjutkan, dipoles dengan acian semen agar halus dan lebih rapi.

Jadi, deh, jendela belakang berbingkai aluminium putih beserta kaca bening. Tidak lagi dipasang kaca buram seperti sebelumnya. Tinggal menunggu bekas acian semen tembok kiri-kanan-atas-bawah mengering baru akan dipoleskan cat tembok agar lebih bagus, cantik, manis si “jendela baru”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...