Langsung ke konten utama

ATM dan Toko Roti


Juru parkir bukan soal 'kata' maju-mundur, kanan-kiri, terus-setop saja, melainkan soal ketepatan posisi parkir sehingga kendaraan terparkir dengan rapi dan proporsional. Area parkir terpakai dengan efisien.

Jadi, jangan remehkan profesi juru parkir atau jukir. Aba-aba mereka memandu driver saat akan parkir jangan pernah diabaikan. Mengikuti aba-aba yang mereka berikan, membuat kerja driver lebih aman.

Aman di sini maksudnya kendaraan yang akan parkir tak sampai nyenggol apalagi menabrak kendaraan lain yang sudah lebih dahulu parkir. Sehingga akan terbebas dari risiko yang mungkin saja bisa terjadi.

Siang tadi bakda hujan lumayan deras, saya ke ATM menarik secukupnya uang. Saat akan pulang, waktu memundurkan motor, tiba-tiba, "Up... up... up," teriak juruk parkir pada sebuah bank di Jl. Raden Gunawan.

Apadaya, teriakannya terlambat. Bemper belakang motor saya kadung nabrak stand banner toko roti di sebelah bank. Celaka, stand banner yang berbingkai kayu itu somplak kakinya. Jukir berusaha merapikan.

Entah apa tanggapan penjaga toko roti melihat kejadian tadi. Barangkali hasil tangkapan cctv di area parkir merekam sosok saya yang tenang-tenang saja seperti tanpa beban dan tidak merasa bersalah.

Saya justru ngedumel menyalahkan kenapa menaruh stand banner di bahu jalan, bukannya di halaman tokonya. O, saya tahu, ditaruh di situ sebagai palang bagi motor yang nyelonong parkir di area tokonya.

Padahal, pengendara motor akan ke bank atau ATM. Nah, sikap intoleran tidak hanya dalam hal agama atau ibadah, tetapi juga dalam hal muamalah (jangan parkir di halaman toko gue, kecuali mau beli roti gue).

Ada sebagian toko memberlakukan "peraturan" yang boleh parkir depan toko dia hanya yang mau belanja. Yang tidak mau belanja, ya, otomatis dilarang parkir. Hidup sudah sulit, masih pula menjumpai kerumitan, 

Ah, bawaan usai hujan deras tadi siang, saya jadi tergesa-gesa memundurkan motor karena ingin cepat-cepat pulang, takut hujan turun lagi. Sampai bundaran BKP, air dari got meluber ke jalan dua jalur.

Menghanyutkan sampah yang dibuang orang-orang sembrono. Di atas tanjakan SMP 28 sudah dipasang banner larangan buang sampah di sepanjang jalur jalan itu, eh, masih juga ada pelanggaran. Gemblung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...