Langsung ke konten utama

33 Bermakna Pahala

Kemarin, Minggu, 26/11/2023, pukul 11:22, Pak Udo Z Karzi menyampaikan woro-woro di WAG “Antologi Kampung Halaman Kita” bahwa (fix) ada 33 penulis yang tergabung dalam antologi “Terkenang Kampung Halaman: Ingatan-Ingatan pada Tanah Kelahiran.”

Akhirnya, dari 46 nama (semula) yang menyatakan bakal ikutan menulis buku bunga rampai “terkenang kampung halamam”, hanya 33 nama yang dinyatakan sebagai balon (bakal calon) peserta yang sampai batas waktu deadline (berakhir) telah mengrimkan naskah.

Berarti ada 13 nama yang entah mengapa hingga batas waktu deadline tamat, tidak kunjung mengirimkan naskah. Padahal, kalau saja semua 46 nama itu ikutan, pasti cerita kenangan akan kampung halaman lebih variatif, penuh kejutan, dan mengayakan nostalgi.

Angka 33 bukan sekadar jumlah. Bagi umat muslim, angka 33 itu bermakna pahala. Merapal zikir tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali itu meraup pahalan yang berlimpah. Akankah 33 penulis itu juga akan memberikan pencerahan yang berlimpah?

Tentu. Karena itu, rasanya tidak sabar menunggu buku itu “lahir.” Walaupun cerita hanya lebih/kurang 5000 karakter, tidak mustahil butiran-butiran hikmah yang diberikannya sama seperti cucuran-cucuran air hujan yang mulai tercurah menyudahi musim kemarau ini.

Dah lama ditunggu, musim penghujan kembali pulang menggantikan musim kemarau yang berangkat. Pada gilirannya kita menunggu buku “Terkenang Kampung Halaman: Ingatan-Ingatan pada Tanah Kelahiran” buat menyirami kalbu agar sejuk dibakar hawa pemilu ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...