Langsung ke konten utama

Kanal 303

IndiHomeTV hingga malam ini terpantau 156 kanal dengan nomor kanal tertinggi 917.

Oke, dari 156 kanal IndiHomeTV yang ada malam ini (jumlah kanal ini berubah-ubah, kadang bertambah dan kadang berkurang), hanya kanal 451 saja yang selalu disetel (kalau hendak tidur), yaitu kanal musik.

Berangkat tidur ditemani alunan musik terasa lebih nyaman dan akan cepat tertidur. Selain kanal musik ini, kanal lain hampir tidak pernah disetel. Pasalnya, saya lebih suka baca (buku) daripada nonton (TV).

Istri saya pun lebih suka nonton podcast FNN atau baca cerita bersambung digital yang juga ada suara latar (background sound) berupa instrumen musik. Mata menangkap cerita, telinga menyimak musik.

Hasil penelusuran, kanal Da Vinci (303)

Buku dan TV diapit tanda kurung karena ada opsi lain bagi keduanya. Ya, bisa saja baca koran atau nonton bioskop. Oh, ya, masih adakah orang baca koran? Bukankah hanya tinggal sekian saja/lagi koran cetak.

Betul. Kebanyakan koran terbit dalam format digital yang ada e-paper juga. Saya masih sesekali membeli Kompas terutama yang edisi Sabtu Minggu. Bahkan pernah langganan khusus edisi akhir pekan tersebut.

Malam ini tadi saya iseng menyetel IndiHomeTV. Lho, kok, ada beberapa kanal baru. Bertambah atau berkurangnya jumlah kanal ketahuan dari perubahan letak atau posisi kanal. Selalu terjadi pergeseran.


Oleh karenanya, kanal musik tidak mesti pada nomor 451 seperti malam ini. Jika jumlah kanal bertambah, maka nomor kanal musik itu akan ikut berubah pula. Begitu sebaliknya. Terjadi pula pada kanal lainnya.

Malam ini saya menemukan kanal MAX STREAM (87), allplay ent. (88), Curiosity (201), animal planet (202), asia (210), LOVe NATURe (211), dan (yang bikin saya mengernyit) Da Vinci (303) nomor rumah kami.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...