Alibi
Nggak kerasa udah 40 hari aja ia berpulang. Malam ini tadi tahlilan patangpuluhan di kediamannya. Jadi ketemu dengan kerabat, sanak saudara, handai tolan.
Nggak enak hati rasanya kehilangan adik sepupu sai umpu (tunggal putu). Karena amat jarang ketemuan. Baru ketemu kalo ada acara pernikahan (kondangan).
Barangkali jarang bertemu sepupu ini bukan saya sendiri yang mengalami, melainkan jadi problem umum semua orang. Faktor kesibukan menjadi alibi.
Ya, soal alibi amat mudah mencarinya. Apa saja bisa disulap menjadi alibi, apa pun bisa direkayasa jadi alibi. Dirancang demikian rupa untuk bisa dipercaya.
Saya hadir sendiri, istri tak ikut karena hendak bikin soal untuk ujian semester di akhir bulan November. Itulah alibi bagi istri bila ada yang bertanya padaku.
Setelah shalawat bergema tanda majelis tahlil bubar dan saya merasa nggak enak hati karena kehilangan almarhum, saya bertahan agak lama untuk pulang.
Mengobrol dahulu, namanya jarang ketemu bahkan ada di antaranya yang belum saya pahami silsilah kekerabatan dari silang perkawinan. Alibi lagi, nih.
Mereka itu keponakan dari kakak atau adik sepupu. Laki-laki dan perempuan. Setelah menikah, maka istri atau suami mereka terhimpun jadi suatu bilangan.
"Himpunan bilangan" kekerabatan itu menambah banyaknya orang yang saya nggak seberapa pahami. Di momen inilah saat yang tepat saling memahami.
Setelah semua keponakan itu pamit baru saya ikut pamit dan pulang. Sampai rumah pukul 22:20, rehat melemaskan raga baru buka "berkat" dan santap.
Komentar
Posting Komentar