Langsung ke konten utama

Putri ’AGT’ Ariani

Putri Ariani mendapatkan standing ovation dari juri dan penonton saat tampil di babak semifinal America’s Got Talent (AGT) 2023. (dok. America’s Got Talent/NBC & Peacock via YouTube)

Putri Ariani tampil di babak semifinal America’s Got Talent (AGT) 2023 di Pasadena, Los Angeles, AS, pada hari Selasa (5/9) waktu setempat atau Rabu (6/9) WIB. Penyanyi berusia 17 tahun itu muncul di atas panggung dengan sorotan lampu mengarah padanya. Ia mulai melantunkan lagu I Still Haven't Found What I’m Looking For yang dipopulerkan oleh band U2.

Tampil dengan gaun warna krem pastel. Ia kembali tampil sambil bermain piano. Usai menyelesaikan penampilannya, Putri Ariani mendapatkan standing ovation dari keempat juri, yaitu Simon Cowell, Sofia Vergara, Heidi Klum, dan Howie Mandel. Begitu pula dengan para penonton yang menyaksikan secara langsung di Pasadena Civic Auditorium.

Putri Ariani diberi golden buzzer oleh Simon Cowell setelah mempertontonkan penampilan fenomenalnya di audisi America’s Got Talent musim ke-18 Juni lalu. Dia berhasil membuat takjub Simon Cowell usai menyanyikan dua lagu saat itu, yakni ciptaannya sendiri bertajuk Loneliness serta Sorry Seems to Be the Hardest yang dipopulerkan Elton John.

Penampilan menakjubkan itu membuatnya lolos ke semifinal AGT 2023. Sejak malam mendapatkan golden buzzer itu Putri Ariani menjadi perbincangan publik di Amerika dan tentu saja dielu-elukan masyarakat di Tanah Air. Diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Negara. Pada momen itu, Putri Ariani pamer kebolehannya di hadapan Jokowi.

Putri Ariani juga berhasil memantik kalangan pejabat negara untuk berjoget di sekelilingnya saat nyanyikan lagu Rungkad di halaman Istana Negara pada upacara peringatan detik-detik HUT ke-78 Kemerdekaan RI. Nasibnya di ajang pencarian bakat itu akan ditentukan berdasarkan hasil pemungutan suara dari para penonton dan penggemar.


sumber diolah dari: CNNIndonesia.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...