Langsung ke konten utama

Layangan Putus

Layangan putus yang singgah di pohon jambu biji di depan rumah.

"Mengejar layangan putus," di situlah letak serunya main layangan. Selain mengadu ketajaman "gelas" tali layangan tentunya. Tali layangan yang super tajam "gelasannya" yang bakal menang saat diadu.

Tentang layangan putus, pernah ada kasus anak tertabrak mobil saat mengejar layangan putus. Saat mengejar layangan putus, mata tentu menengadah ke arah layangan yang meliuk-liuk dibawa angin.

Niscaya begitu yang dilakukan pengejar layangan, agar pasti ke arah mana tempat bakal jatuhnya si layang-layang. Mereka sama sekali abai terhadap keselamatan jiwa bahkan nyawanya sekalipun.

Mengejar layangan yang putus, betul jadi pemantik serunya bermain layangan, tetapi risikonya juga mahal, mempertaruhkan nyawa. Tali layangan yang "digelasi" juga mengandung risiko yang tidak sepele.

Tali layangan "bergelas" jika tiba-tiba melintang di jalan, maka sangat berbahaya bagi pemotor yang sedang melintas. Bisa melukai kulit apalagi kalau mengenai leher, muka atau mata. Perlu dicamkan.

Tetangga depan rumah sedikit gelo manakala tidak berani lagi main layangan di lapangan Bogel. Cerita dia, ada pemotor terkena tali layangan di bagian lehernya. Kemarin ada polisi berjaga-jaga di sana.

Siapa yang pengin main layangan di Bogel diusir oleh polisi itu. Polisi berjaga di sana setelah mendapat pengaduan dari korban. Polisi sepertinya mencari pemain layangan yang membuat pemotor cedera.

Tentu saja pekerjaan sulit memastikan siapa yang bakal dijadikan tersangka. Yang main layangan kan banyak, layangannya naik turun dan nyungsep lalu talinya melintang di jalan, tak bisa dipastikan siapa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...