Langsung ke konten utama

Ke[m]Bali

Ilustrasi foto: VectorStock

Zoominar tadi seru. Makin terang kepastian kita hadir di situ, festival yang dirindukan siapa pun, tetapi tidak semua orang beruntung mendapat undangan. Ini kali pertama Yayasan Kebudayaan Rancagé diajak bekerja sama mengisi acara. Maka, para pemenang Hadiah Sastera Rancagé 2023 diundang hadir di UWRF (Ubud Writers and Readers Festival) Oktober mendatang.

Zoominar tadi adalah rapat koordinasi antara panitia penyelenggara UWRF dengan pihak pengelola Yayasan Kebudayaan Rancagé dan para pemenang Hadiah Sastera Rancagé 2023. Pemantapan rencana kehadiran di Ubud, teknis pelaksanaan mulai dari penyambutan dan penempatan di venue yang disediakan pihak panitia UWRF serta pemaparan acara kegiatan.

Uh, rasanya nggak sabar menanti waktu keberangkatan yang berjalan perlahan mendekat. Satu pemenang Hadiah Sastera Rancagé 2023 begitu antusias. Katanya, sudah menyiapkan cerpen dalam tiga bahasa (Indonesia, Inggris, dan Belanda). Jika ia kelak tampil membacakan cerpen itu, maka niscaya waktu habis tersita. Lalu, bagaimana acara selanjutnya?

Dari Yayasan Kebudayaan Rancagé, konon akan menampilkan seorang anak SMP yang juara festival tingkat Jawa Barat dan seorang budayawan untuk membacakan puisi bahasa Sunda karya Ajip Rosidi. Nah, kalau ini tentu bakal seru karena porsi terbesar untuk tampil, ya, Yayasan Kebudayaan Rancagé sebagai pihak yang diajak bekerja sama dalam helatan UWRF.


Festival yang Dirindukan

Puisi Zabidi Yakub

Penganyam imaji, pendulang kata, dan perawi puisi
Makin terang kepastian rencana kita diundang
Ke Bali kembali ke festival yang dirindukan
Malam pertemuan, di Puri Ubud sapa bersambut
Malam perjamuan, di Casa Luna menu terhidang

Segala ‘gala’ akan menggembirakanmu
Gala opening, gala dinner, dan segala kemeriahan
Tidak akan membuatmu cepat kembali ke homestay
Dan ketika esok daftar kesibukan baru menunggumu
Apa coba, yang membuatmu malas bangun bersiaga

Festival ini dirindu siapa saja, tak semua bisa ke sini
Pintu masuk hanya akan diberikan kepada mereka
Penganyam imaji, pendulang kata, dan perawi puisi
Ada yang beroleh satu kesempatan, ada berkali-kali
Kesempatan satu kali seumur hidup, betapa berarti

“Sekali berarti, sudah itu mati,” kata Chairil Anwar
Karena itu, layak kau catat, kamu satu yang berarti
Berdiri di Valley Stage, di bawah sorot lampu
Atau biarkan waktu yang mencatat dengan sendiri
Kehadiranmu, akan mengharumkan namamu

“Sekali berarti, sudah itu mati,” kata Chairil Anwar
Jika kamu satu yang berarti, maka layak kamu catat
Kehadiranmu berdiri di Valley Stage, disorot lampu
Atau biarkan waktu yang mencatat dengan sendiri
Segores catatan yang akan mengharumkan namamu

 

Bandar Lampung, 9 September 2023 | 10:20 |


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...