Langsung ke konten utama

Perbedaan Adalah Rahmat

Ilustrasi foto dari Fahmina Institute (fahmina.or.id)

Setelah Idulfitri lalu ada perbedaan waktu perayaan antara warga Muhammadiyah dengan pemerintah. Lagi-lagi, Iduladha kembali terulang. Muhammadiyah berlebaran haji hari ini, pemerintah lebaran besok.

Perbedaan waktu antara Muhammadiyah dengan pemerintah itu acapkali juga dinarasikan sebagai perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU. Itulah dikotomi yang dipahami secara luas di masyarakat.

Mengapa bisa berbeda? Itu kan pertanyaannya. Karena ada perbedaan metode dalam penetuan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijjah. Muhammadiyah menggunakan metode hisab, sedangkam NU metode rukyatul hilal.

Intinya, Muhammadiyah hanya dengan menghitung (hisab) menggunakan ilmu astronomi. NU masih harus meneropong hilal (anak bulan) di cakrawala di daerah tertentu menggunakan teropong bintang (teleskop).

Dalam hal perbedaan waktu ini, ada hal menarik yang dialami kerabat saat Idulfitri. Sang suami berlebaran ikut Muhammadiyah, sedang istrinya ikut pemerintah. Atau dengan kata lain, suami Muhammadiyah, istri NU.

Sang suami beralasan, meyakini telah melihat hilal di dekat kampus Itera, Way Hui, Lampung Selatan. Sang istri memiliki keyakinan untuk ikut waktu pemerintah. Semacam taat terhadap umaro’ begitulah narasinya. 

Walaupun waktu lebarannya ikut Muhammadiyah, tetapi saat salat Ied sang suami ikut warga NU. Jadi, walaupun berbeda-beda tetap satu tujuan juga. Yaitu, kembali fitri dan menggapai laallakum tattaquun.

Jika mencermati kalender nasional, sebenarnya sudah tercetak sejak jauh hari (saat kalender itu dibuat akhir tahun lalu) bahwa kapan hari-hari besar keagamaan akan dirayakan, sudah tercetak tanggalnya di kalender.

Misal, Idulfitri lalu, pada kalender sudah tercetak bahwa 1 Syawal jatuh pada hari Jumat (22/4/2023) sama seperti Muhammadiyah. Demikian juga 10 Zulhijjah jatuh pada hari Kamis (29/6/2023) sama seperti NU.

Jika Iduladha ada dua versi, yaitu Muhammadiyah dan NU (pemerintah), berarti pelaksanaan puasa Arafah juga dua versi. Warga Muhammadiyah puasa hari Selasa, kebetulan berbarengan dengan waktu wukuf.

Sementara warga NU (pemerintah) puasa Arafah hari Rabu yang kebetulan di Arab Saudi sudah berlebaran. Jika menurut ketepatan tanggal seperti di kalender, maka puasa Arafah adalah hari Rabu, 9 Zulhijjah.

Saya dan istri berbeda waktu puasa Arafah. Istri sudah puasa Arafah kemarin (berpegang dalil) berbarengan dengan momentum wukuf. Saya menggunakan dalil ketepatan tanggal bahwa 9 Zulhijjah jatuh hari Rabu.

Di samping berpegang dalil ketepatan waktu tanggal 9 Zulhijjah, saya juga berpedoman pada pendapat UAS dan UAH. Mereka berdua berpendapat seperti logika saya. Bukan momentum wukuf, melainkan tanggal.

Ikhtilafu ummati rahmatun. Perbedaan yang ada pada umatku adalah rahmat.” Demikian sering dikatakan para ustaz menyitir hadis Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi, perbedaan adalah sebuah keniscayaan.

Bahkan, masalah perbedaan sudah dijelaskan dalam hadis riwayat At-Turmudi, bahwa pada hari akhir nanti umat Islam akan terbagi menjadi 73 golongan (firqah). Kalau begitu, seharusnya tidak perlu diperdebatkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

JULI

Bulan Juli lingsir ke ujung cakrawala, banyak momen penting yang ditinggalkannya. 23 Juli 2025 Perpustakaan Nasional Press (Perpusnas Press) RI merayakan HUT ke-6 bareng dengan peringatan Hari Anak Nasional. Di negara kita, HAN tanggal itu. Hari Anak diselenggarakan berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Ada Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Ada pula Hari Anak Universal, diperingati setiap tanggal 20 November. Negara lain pun memiliki hari anak sendiri-sendiri. Ilustrasi, kalender meja (picture: IStock) Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya  menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. 13 tahun sastrawan dan seniman berjuang meraih pengakuan atau legalitas itu sejak kali pertama dideklarasikan di Pekanbaru. Adalah Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang menginisiasi deklarasi HPI bersama 40 sastrawan, seniman, dan budayawan dari berbagai daerah Indonesia. Deklarasi hari puisi Indonesia ...