Langsung ke konten utama

Tanda Mata

Sebagai pertanda habis mudik, ada orang perlu memberi ‘tanda mata’ berupa oleh-oleh kepada tetangga kiri-kanan dan depan-belakang rumah. Apalagi kalau tetangga itu dipasrahi untuk menjaga rumah agar aman dari pencoleng.

Siang tadi berempat istri dan kedua anak, kami pergi ke toko pusat oleh-oleh Aneka Sari Rasa (ASR) Jl. Ikan Kakap, Telukbetung. Terkaget-kaget mendapati pengunjung yang ramai. Terjadi antrean panjang mengular menuju kasir.

Sejak pusat oleh-oleh YEN YEN tutup, praktis Aneka Sari Rasa lah yang menjadi jujugan orang yang ingin belanja oleh-oleh untuk dibawa balik sesudah mudik ke kampung halaman. Omzet dan laba ASR meningkat drastis dong.

Kripik pisang kembang ANEKA produksi YEN YEN dengan varian rasa milk (susu) dan coffee (kopi)

YEN YEN yang memulai usaha sejak 1992 dengan produk unggulan kripik pisang kepok ANEKA, entah apa sebab kok tidak eksis lagi. Ketika masih buka di masa akhir sebelum benar-benar tutup, nuansa sepi pengunjung begitu terasa.

YEN YEN benar-benar tutup setelah toko Aneka Sari Rasa buka di seberangnya. Anehnya, kripik ANEKA yang dahulu dijual di toko YEN YEN juga tersedia di toko Aneka Sari Rasa. Apakah toko YEN YEN berganti nama dan pindah lokasi?

Tulisan YEN YEN di bawah gambar ayam mengerami telur di sudut kanan bawah pada kemasan kripik pisang ANEKA begitu khas. Dan tulisan ANEKA yang mencolok di bagian atas sudah melegenda. Rasanya pun lezat dan nikmat.


Disaat musim mudik Lebaran jumlah pengunjung lebih ramai dari hari biasa. Mobil yang parkir di jalan depan toko banyak yang berasal dari luar kota. Beruntung Jalan Ikan Kakap itu cukup lebar sehingga tidak sampai macet.

Pengunjung dari luar kota itulah yang membuat omzet penjualan meningkat. Pengunjung yang merasa penting untuk membawa oleh-oleh sebagai ‘tanda mata’ bagi para tetagga. Oleh-oleh khas Lampung ya kripik pisang.

Meski banyak toko oleh-oleh khas Lampung, tetapi toko Aneka Sari Rasa lah yang lekat di hati orang. Meski Jalan Pagar Alam (Gang PU) merupakan sentra kripik pisang, pergi jauh-jauh ke Telukbetung tetap orang jabanin.

Suasana di toko oleh-oleh Aneka Sari Rasa, Telukbetung, Bandar Lampung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...