Ironis, Sungguh
Curahan hati bernada kesal TikToker Bima
Yudho Saputro yang mengkritik Provinsi Lampung karena nggak maju-maju,
bukannya direspon secara legawa dengan melakukan introspeksi dan pembenahan,
melainkan melaporkannya ke kepolisian. Laporan ke kepolisian itu dipicu
ketersinggungan karena Lampung disebut ”dajjal” oleh Bima. Karena piil?
Laporan ke kepolisian itu, direspon oleh
netizen dengan membuat konten yang justru lebih ”menelanjangi” secara terang
benderang fakta di lapangan kondisi infrastruktur di Provinsi Lampung. Gambaran
nyata jalan rusak berlubang dan berlumpur bak kubangan kerbau di beberapa
daerah di se-antero Lampung, ditunjukkan oleh TikToker lainnya.
Puluhan konten TikTok yang kian “menelanjangi” kondisi Provinsi Lampung sesungguhnya, membuat sikap pemprov dan kepolisian yang mengancam dan mengintimidasi Bima dan orang tuanya, sedikit melunak. Masyarakat justru amat berterima kasih kepada Bima yang mereka anggap mewakili keresahan yang mereka rasakan dan hanya bisa diam.
Laporan ke kepolisian itu terekspos setelah
Bima dengan ekspresi menangis sedih di akun TikTok @AwbimaxReborn. Hal itu terjadi setelah aparat polisi di tempat tinggalnya (Lampung Timur) mendatangi rumah orang tuanya. Polisi melakukan profiling, menanyakan ijazah SD, SMP, dan SMA bahkan tak luput rekening bank milik Bima di Australia.
Parahnya, muncul stigma negatif terhadap orang tua Bima sebagai orang yang tidak bisa mendidik anak. Apakah ini ulah oknum atas suruhan
oknum lainnya untuk “menekan”? Lah, profesi orang tua Bima ini ASN.
Artinya, jangankan mendidik anak, wong mengabdi kepada negara saja bisa
mereka lakukan kok. Bulan puasa ini, Bos, jangan sensi.
Bima sebagai putra daerah Lampung Timur yang kuliah di Australia, tentu punya alasan untuk mengkritisi kondisi daerah kelahirannya yang tidak maju-maju. Soal terucap kata ”dajjal”, memang kurang sopan. Tetapi, dalam keadaan kesal yang memuncak sampai ubun-ubun, ”dajjal” itu teks yang loncat dari narasi ketidakmengertian ”kok bisa” itu.
Iya, Bima nggak ngerti kok bisa Lampung yang dalam lagu ”Sang Bumi Ruwa Jurai”, dilukiskan Syaiful Anwar sebagai ”bumi” sai kayo rayo (yang kaya raya) oleh kebun
kopi dan cengkeh di masa lalu. Dan konteks kekinian, sawit dan pabrik
minyak goreng, tebu plus pabrik gula, nanas dengan pabrik pengalengannya,
singkong dan hasil olahannya.
Hasil perikanan juga bisa diandalkan dengan tambak udang atau hasil usaha nelayan tradisional (keramba). Karet juga iya. Retribusi
jalan dari armada angkutan batubara besar. Retribusi pelabuah peti
kemas dan ASDP. Itu semua kan jadi sumber PAD penunjang keuangan untuk pembangunan
berbagai sektor. Kurang apa coba. Mengapa nggak maju?
Hasil pembangunan infrastruktur yang njomplang nyata dari betapa kayo rayo-nya
Provinsi Lampung, itu yang dikritisi Bima. Ironisnya, bukan ”pesan” tersirat
di balik kritik itu yang ditangkap, melainkan Bima yang justru hendak
ditangkap. Kriminalisasi terhadap suara masyarakat yang dijamin konstitusi, itu
bentuk abuse of power para penguasa.
Padahal, tahun 2022 Provinsi Lampung meraih
reward peringkat 1 APBD Award sebagai provinsi realisasi belanja daerah
tertinggi. Pertanyaannya, dibelanjakan untuk apa? Maka, ketika ada upaya
membungkam kritikan warga justru menimbulkan blunder bagi pejabat
yang jengah oleh kritik. Makin dibungkam justru semakin “dikuliti” oleh
netizen.
Buktinya, pantengilah TikTok, berbagai akun membuat konten tentang kondisi jalan di Lampung. Mampirlah ke Twitter, tautan media berita dari daerah hingga nasional berseliweran. Instagram dan facebook pun tak ketinggalan. Apalagi YouTube, Boss, banyak banget. Makin kena aja elu jadinya. Jadi, jangan pernah coba melawan netizen, deh.
![]() |
Ilustarasi gambar ss opini di mojok.co |
Komentar
Posting Komentar