Konjungsi

Akan terjadi konjungsi (ijtimadi akhir Ramadan 1444 H (Kamis, 20/4/2023) sekira pukul 11:12 WIB. Istimewanya, konjungsi terjadi secara khusus karena titik pusatnya Matahari, Bulan, dan Bumi berada dalam satu garis lurus.

Peristiwa ini disebut dengan Gerhana Matahari Hibrida. Sinar Matahari akan terhalang oleh Bulan sehingga sebagian Bumi akan mengalami kondisi gelap pada pukul 11:12 dan seterusnya (6 jam sebelum Matahari terbenam).

Di Indonesia, hanya di bagian wilayah tertentu saja yang mengalami kondisi gelap saat terjadi Gerhana Matahari Hibrida. Wilayah lain tetap akan terang benderang seperti tak terjadi apa-apa. Tetap bisa mengamati munculnya hilal.

Karena itu, seperti yang telah tersurat dalam QS. ar-Rahman ayat 5, Matahari dan Bulan (beredar) sesuai dengan perhitungan. Nah, perhitungan di sini maksudnya adalah yang sekarang kita kenal dengan hisab secara astronomi.

Ayat ini tidak sekadar memberi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak Matahari dan Bulan. Hisab dan rukyat lalu dipergunakan sebagai metode penentuan awal dan akhir Ramadan.

Surah ar-Rahman ayat 5 inilah yang menjadi dalil bagi Muhammadiyah dalam menggunakan hisab sebagai metode penentuan 1 Ramadan dan 1 Syawal. Faktanya, selalu akurat dan sama dengan negara Uni Emirat Arab.

Dalam QS. Yunus ayat 5 disebutkan bahwa menghitung gerak Matahari dan Bulan sangat berguna untuk tahu bilangan tahun dan perhitungan waktu. Semangat Al-Quran adalah hisab, tetapi Nabi Saw memerintahkan rukyat.

Mengapa begitu? Pakar ilmu falak Muhammadiyah Oman Fathurrahman, menegaskan bahwa dalam memahami ajaran Islam terutama menyangkut ibadah tidak cukup menggunakan dalil secara parsial dan sepotong-sepotong.

Oman menerangkan bahwa hadis perintah melakukan rukyat mengandung ilat. Ilat perintah rukyat adalah keadaan umat yang tidak kenal baca tulis dan hisab pada zaman Nabi Saw, mereka belum mampu melakukan perhitungan.

Hadis Ibn ’Umar riwayat al-Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa, ”Jika hilal di atasmu terhalang awan, maka estimasikanlah,” memberi tempat bagi penggunaan hisab di kala bulan tertutup awan akibat terjadi konjungsi.

إذَا رَأيْتُمُ الْهِلَا لَ فَصُوْمُوا وَإذَا رَأيْتُمُوْهُ فَأفْطرُوْا فإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوا ثَلا ثِيْنَ يَوْمًا

Artinya, Apabila kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) maka puasalah dan apabila kalian melihat hilal (bulan Syawal) maka berbukalah (lebaran), dan apabila tertutup awan (mendung) maka berpuasalah 30 hari. (HR. Muslim).

الصَّوْمُ يَومٌ تَصُوْمُوْنَ وَاْلفِطْرُ يَوْمٌ تُفْطِرُوْنَ وَالْأضْحَى يَوْمٌ تُضَحُّوْنَ

Artinya, Puasa itu adalah pada hari kalian semua berpuasa (Ramadan), dan lebaran Idulfitri itu pada hari kalian berbuka, sedangkan (hari raya) Iduladha adalah pada saat kalian semua menyembelih hewan qurban. (HR. Tirmidzi).

Dengan hisab, umat Islam tidak perlu lagi mengarahkan pandangan ke angkasa mencari-cari agar bisa melihat hilal, tetapi dapat melakukan penghitungan posisi Matahari dan Bulan secara cermat untuk ratusan tahun ke depan.

Maka, berdasar hisab yang dilakukan Muhammadiyah, 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jumat (21/4/2023). Saat terjadi konjungsi Kamis (20/4/2023) tinggi hilal adalah 0o, dengan demikian pada waktu magrib tinggi hilal 3o.

Bila 1 Syawal ditetapkan pada Jumat (22/4/2023), maka tinggi hilal sudah 8o dan itu sudah masuk hari kedua bulan Syawal. Yang perlu diingat adalah bahwa diharamkannya berpuasa pada tanggal 1 Syawal atau pada Hari Tasyrik.

Ilustrasi gambar saat terjadi konjungsi (ist)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan