Perbedaan itu Rahmat (?)
Untuk kesekian kali antara Muhammadiyah dan NU terjadi perbedaan penentuan akhir Ramadan. Muhammadiyah menggunakan metode hisab sedang NU menggunakan rukyatul hilal. Jadinya, Muhammadiyah lebaran duluan.
Seperti biasa, saat dilakukan pengukuran ketinggian hilal
dengan teropong selalu terkendala cuaca. Hilal bisa saja terlihat, tetapi
ketinggiannya kurang dari 2o atau sama sekali tidak tampak karena
tertutup awan atau mendung.
Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Agama mengacu
kepada rukyatul hilal. Selalu diadakan sidang isbat untuk menentukan awal atau
akhir Ramadan. Ketika hilal tidak tampak atau kurang dari 2o,
perbedaan pun terjadi.
Dalam hal perbedaan, Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahima-hullah
dalam kitabnya Lum’atul I’tiqod
mengatakan, Ikhtila-fuhum rohmah (perbedaan itu rahmat). Perkataan beliau
itu boleh jadi benar dari satu sisi, dan keliru dari sisi lain.
Perbedaan itu rahmat bisa jadi benar jika ditinjau dari
sisi usaha keras para ulama dalam berijtihad, muncullah berbagai macam pendapat.
Dari sisi ini kita dapat katakan bahwa perbedaan pendapat kala itu adalah
rahmat.
Jadi, tinjauan yang benar ini dilihat dari sisi usaha
keras para ulama yang melakukan ijtihad. Akan tetapi, jika yang dimaksud
perbedaan adalah rahmat ditinjau dari sisi umat yang mengikuti berbagai macam
pendapat, bisa jadi keliru.
Dalam hal ijtihad ulama menentukan akhir Ramadan 1444 H. ini
misalnya, Muhammadiyah menggunakan perhitungan secara astronomi atau hisab. Sedangkan
NU menggunakan rukyatul hilal. Maka, terjadilah perbedaan berhari raya.
Dari sisi perbedaan metode itu, kalau menganggap perbedaan
itu rahmat, sepertinya kurang tepat. Karena perbedaan Muhammadiyah dn NU
membuat beragam pendapat di tengah umat. Umat malah jadi terpecah belah.
Jadi, anggapan bahwa perbedaan itu rahmat dapat
ditafsirkan benar dan keliru. Bisa saja perkataan tersebut disalah tafsirkan
dan bisa jadi pemahamannya benar. Yang benar adalah bersatu itu tentu lebih
baik daripada berbeda.
Tetapi, kita tidak bisa lepas dari perbedaan yang sudah
jadi sunnatullah. Tugas kita mengikuti mana yang sesuai ajaran Islam
atau ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang jauh dari ajaran beliau,
tentu sebaiknya kita tinggalkan.
Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud no. 4607, At
Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur
rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah
sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.”
At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh
Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib
no. 37).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan,
أَجْمَعَ المُسْلِمُوْنَ عَلَى أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَتْ لَهُ سُنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ : لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
“Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah
jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak halal
baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.” (I’lamul
Muwaqi’in, 2/282).
![]() |
Ketupat saja berbeda ukurannya |
Diolah dari: https://rumaysho.com/1750-perbedaan-itu-rahmat.html
Komentar
Posting Komentar