Langsung ke konten utama

Space Ngabuburit

Bukit Dupan, jalan yang bersisian persis dengan bukit, dahulu ketinggiannya sejajar dengan talud di kaki bukit itu. Setelah dipapras ekskavator, menjadi sejajar dengan jalan di jalur sebelahnya. (foto koleksi pribadi)

Bukit Dualapan alias bukit dupan. Begitulah orang menamai bukit di atas SMPN 28 itu. Di belakang atau di balik bukit dupan itulah perumahan mewah Spring Hill Estate berada, terlihat jelas bila dari atas bukit.

Jalan menanjak mulai (sedari) gerbang SMP hingga gerbang Spring Hill, yang dua jalur itu dahulu tidak sama ketinggiannya. Jalan di jalur yang tepat di kaki bukit dupan lebih tinggi dari jalur di sebelahnya.

Dahulu, ketika bulan Ramadan, jalan yang lebih tinggi itu menjadi space ngabuburit. Orang kumpul raméan, nongki, ngobrol, selfi menunggu senja ’kan tiba, lalu pulang ke rumah menikmati kudapan buka puasa.

Sejak ketinggian jalan dua jalur di kaki bukit itu sama rendah, terasa sulit untuk naik ke atas bukit dupan. Aksesnya berupa jalan setapak yang biasa dilalui hilang ditelan semak belukar. Orang ogah naik.

Kemarin ada aktivitas membersihkan semak belukar dan rerumputan di pinggang bukit. Setelah dicukur rerumputannya (seperti foto), wajah bukit dupan sedikit bersih. Naik ke atas akan terasa mudah.

Bersihnya rerumputan, menampakkan bukit dupan seperti seorang lelaki yang tadinya bercambang kemudian dicukur. Di atas bukit berdiri dua bangunan gedung, entah apa. Satu kinclong, satu mangkrak.

Sejak ketinggian jalan sama rendah dan bukit dupan menyemak, tak ada lagi orang nongki ngabuburit di sana. Entah Ramadan tahun duaribu berapa orang ngabuburit terakhir di tempat yang nyelenéh itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...