“Menertawakan Diri Sendiri”
Tadi malam saya
nonton #CLOSTHEDOOR. Podcaster Deddy Corbuzier menghadirkan tamu Arie Kriting dan Mamat Alkatiri. Mereka bertiga membincangkan bahasa
daerah. Bermandikan derai tawa. Arie Kriting benar, bahwa Indonesia adalah
negara yang memiliki bahasa daerah terbanyak nomor dua setelah Papua Nugini,
dengan jumlah 718 bahasa. Dan, Deddy Corbuzier mengaku baru tahu tentang itu.
Mendengar pengakuannya, tawa saya berderai.
Yang mereka bertiga bincangkan di podcast berjudul
TERTEKAN!! – yang tayang Jumat siang, itu relate dengan hari Bahasa Ibu Internasional (21 Februari) yang belum lama kita peringati.
Membincang bahasa daerah tentu terkait dengan seni budayanya juga. Ada tari,
lagu, sastra, dan ritual adat yang pada sebagian daerah tetap dirawat. Namun,
tidak sedikit pula yang sudah mulai ditinggalkan. Pemicunya karena minimnya
generasi penerus yang peduli.
Daerah mana yang bahasa dan seni budaya (tari dan lagu)nya masih lestari? Yang paling menonjol tentu Jawa dan Sunda. Tengoklah lagu Jawa berirama campursari atau keroncong begitu digandrungi generasi millennial dan Genzi. Pengungkitnya tentu saja sosok terkenal almarhum Didi Kempot. Lalu muncul Denny Caknan, Via Vallen, Nella Kharisma, Happy Asmara. Lagu Ojo Dibanding-bandingke ciptaan Abah Lala, membuat Farel Prayoga tersohor.
https://www.youtube.com/watch?v=DmMfe3R_enU&t=515s
Lagu daerah Minang yang berjaya di masa Elly Kasim dan Tiar Ramon pun kini masih dilanjutkan penyanyi-penyanyi anyar. Misalnya, beberapa nama berikut ini; Sri Fayola, Ratu Sikumbang, Ipank, David Iztambul, Suci Chua, Kintani Putri Medya yang wajahnya disebut mirip Raisa, jadi generasi pemertahan kelestarian lagu-lagu berbahasa Minang. Apalagi di era digital ini mengkreasi lagu sudah dimudahkan oleh dukungan piranti serbacanggih komputerisasi.
Diungkap Arie Kriting bahwa ia menciptakan lagu berbahasa daerah
Wakatobi berjudul Valiako (pulang). Lagu ini dikreasi sebagai
bentuk kepedulian terhadap pelestarian dan pemajuan bahasa daerah Wakatobi yang
semakin sedikit penuturnya. Diproduksi Sarope Project melibatkan
dukungan kawan-kawan komika. Secara profit, diakui Arie Kriting, memang
tidak profitable. Tetapi, secara kebudayaan, ini sumbangsihnya
terhadap daerah. Sebagai legacy.
Dari 718 bahasa daerah di Indonesia, 50 bahasa baru teridentifikasi. Perlu diketahui bahwa 12 bahasa berstatus aman. Sementara 24 bahasa rentan, 12 bahasa mengalami kemunduran, 24 bahasa terancam punah, 5 bahasa berstatus kritis, dan 11 bahasa sudah punah, yaitu; bahasa Tandia (Papua Barat), Mawes (Papua), Ternateno (Maluku Utara), dan 8 bahasa dari daerah Maluku, yaitu Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Hukumina, Hoti, Serua, dan Nila.
Mamat
Alkatiri tidak bisa disalahkan kalau tidak menguasai bahasa daerah
(bahasa-ibu)nya, bahasa Papua. Semua terkait erat dengan budaya yang ia alami
di masa kecil, yaitu minimnya interaksi sosial menggunakan bahasa daerahnya di
tempat ia tumbuh dan besar. Asimilasi budaya akibat perkawinan campur
antarsuku, jamak terjadi di daerah mana pun. Hal ini yang semakin membuat
bahasa daerah (apa pun itu) dipinggirkan atau tidak digunakan.
Anak
kami saja tidak menguasai bahasa-ibu saya (bahasa Lampung) walaupun di SD
mereka bersentuhan dengan pelajaran Bahasa Lampung melalui muatan lokal. Namun,
karena sehari-hari bahasa gaulnya adalah bahasa ala Jakarta-an, praktis rerata
masyarakat di Lampung baik yang di perkotaan kota Bandar Lampung maupun tempat
lain kalau ngobrol ya pakai bahasa Betawi-Betawi-an gitu. Tidak salah apabila
Lampung dijuluki sebagai “Indonesia Mini.”
Apa
makna “Indonesia Mini”? Hampir semua etnis di Indonesia ada di Provinsi
Lampung, kecuali yang asli Timur. Kekecualian di pelosok dusun di Lampung yang
masih menjaga tradisi dan adat budaya, masih cukup banyak warga masyarakat
mempertuturkan bahasa Lampung. Atau sebagian di perkotaan, antartetangga yang
saling mengerti bahasa atau dialeknya, biasa menggunakannya. Kendalanya karena
bahasa Lampung memiliki dua dialek, A dan O.
Bersyukur
kedua anak kami mengenyam pendidikan tinggi dan berkarier di Pulau Jawa, mereka
lumayan mengerti bahasa-ibu ibunya (bahasa Jawa). Perkawinan campuran antarsuku
ini yang membuat anak-anak tercerabut dari akar budaya leluhurnya. Hal ini juga
yang membuat bahasa-ibu semakin terpinggirkan, berstatus kritis, rentan,
terancam punah, dan bahkan akhirnya benar-benar punah. Jangan heran kalau
penutur bahasa Lampung tinggal 15 persen.
“Podcast
yg keren sdh saatnya anak muda lebih d gaungkn utk mencintai budayanya”.
Komentar positif netizen, ini sampai di-pinned Deddy Corbuzier. Artinya,
lestari dan majunya suatu budaya (tari, musik, sastra, dsb.) hanya bisa
terwujud bila ada kepedulian generasi millennial dan Genzi sebagai pewaris
khazanah kearifan lokal (local wisdom) yang Indonesia miliki. Arie Kriting
mengkreasi lagu Valiako bisa jadi langkah penggerak, butuh pengekor yang
berani.
Kementerian
Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI memiliki Deputi Literasi,
Inovasi, dan Kreativitas. Kemendikbud Ristek Dikti juga punya Dirjen
Kebudayaan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memang ditugaskan untuk
mendorong munculnya kreator bidang ekonomi, seni dan pariwisata. Mereka secara
aktif mengambil peran kolaborasi dan sinergi dalam pemajuan kebudayaan, ekonomi
kreatif, seni dan pariwisata.
https://www.youtube.com/watch?v=_M_nDsNwmqk&t=0s
Sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah bonus demografi, bagaimana generasi millennial dan Genzi menempatkan diri dalam pembangunan manusia dan kebudayaa, kemajuan pendidikan dan riset, serta kemajuan ekonomi kreatif, seni dan pariwisata. K-Pop begitu kreatif memadukan kearifan lokal (bahasa Korea) dengan budaya asing (bahasa Inggris) dalam lagunya. Hal itulah yang membuat mereka digandrungi, menuai histeria massa.
Apakah
tidak mungkin unsur kedaerahan dalam bahasa dan budaya Indonesia ditonjolkan
melalui karya seni? Tentu saja mungkin. Yayasan Kebudayaan Rancagé berkhidmat
selama 35 tahun menganugerahkan Hadiah Sastera Rancagé untuk penulis karya
sastra berbahasa daerah dengan génré puisi, cerpen, novel, cerita anak. Ada
delapan daerah yang biasa mengirimkan karya, yaitu daerah Sunda, Jawa, Bali,
Batak, Lampung, Banjar, dan Madura.
Penggunaan
bahasa daerah di internét masih minim. Karena itu, Kamis, 16 Maret 2023,
Yayasan Budaya Nusantara Digital (YBND) didukung UNESCO Jakarta bekerja sama
dengan Yayasan Kebudayaan Rancagé dan PDP-BS Universitas Padjadjaran menggelar
Seminar Nasional bertema “Direktori Literasi Bahasa dan Aksara Daerah di
Indonesia untuk Media Digital” di Balé Rumawat, Universitas Padjadjaran, Bandung,
pukul 09:00—16:00 WIB.
Dalam
podcast berdurasi 52:21 menit, ini mereka bertiga berderai tawa. Tawa yang
terdengar begitu renyah. Saya jadi ketularan tertawa. Dan, inilah podcast yang
benar-benar bersih dari caci maki dan kata-kata jorok seperti anj*** yang
biasanya tiba-tiba terlontar tak terduga, mengejutkan. Podcast “menertawakan
diri sendiri” begini terasa begitu menyegarkan, mencerahkan, menghibur diri
dari ruwetnya masalah yang muncul bertubi belakangan ini. Lucu puoool.
Komentar
Posting Komentar