BKP 22 Tahun

Deretan bunga papan ucapan selamat HUT ke-22 Kelurahan Kemiling Permai, Minggu, 19 Maret 2022. (foto: zy)

Angka kembar bertengger di bunga papan yang berjejer di tepi jalan jalur dua perumnas Bukit Kemiling Permai, Minggu, 19/3/2023. Tepatnya di seberang kantor kelurahan. Kemarin ada terop bernuansa putih terpasang di sana. Ulang tahun ke-22 kelurahan Kemiling Permai diperingati.

Wah, BKP sudah 22 tahun usianya. Selamat, deh… panjang umur kan kudoakan. Panjang umurnya serta mulia. Waktu rasanya bergulir begitu cepat, tak terasa sudah 22 tahun saja bermukim di sini. Dari anak-anak masih kecil, masuk TK dan seterusnya, lalu tamat. Kini mereka di perantauan.

Dahulu, awal masuk masih sepi. Kali pertama menempati rumah masih pake ublik. Daftar pasang listrik dan ledeng, bertahap renovasi, sedikit-sedikit, sekuat dan semampunya keuangan. Transportasi andalan cuman ojek, bila tidak ada sesekali jalan kaki. Kemudian disambung angkot dari KNPI.

Dahulu, apabila warga perumahan naik angkot dari Karang (Tanjungkarang), KNPI sebagai penanda. Turun dari angkot disambut ojek mengantar masuk sampai depan rumah. Kini, gedung KNPI beralih fungsi menjadi kantor Dirlantas Polri, di seberangnya kantor Samsat. Jalan Pramuka jalur dua.

Jalan di samping KNPI itu dahulu agak gelap, masih tanah kosong dan sawah. Pernah suatu malam saya pulang kantor naik ojek dari terminal Rajabasa. Sekembalinya sehabis mengantar saya, pengojek itu kena bégal di samping KNPI. Saya dapat cerita pada esok harinya.

Mengantar saya pulang malam itu, si pengojek bercerita kalau kemarin malam kawan mereka yang biasa bawa Honda Win kena bégal. “Oh, itu habis ngantar saya,” jawabku seraya menanyakan bagaimana kondisinya. Motornya selamat, tetapi luka lecet di tangan dan kaki.

Kondisi di dalam perumahan pun lumayan sawan. Tak terbilang berapa kali kami melihat lintasan bak api berjalan di atas kepala. Si pengojek bertanya, apa itu? Sekadar basa-basi, sepertinya ia paham apa gerangan benda yang baru saja melintas secepat kilatan cahaya, lalu menghilang.

Begitulah, track terminal Rajabasa—BKP, selalu dibumbui obrolan kami. Ada satu pengojek yang, dari dialek bicaranya sepertinya ia orang Timur. Tahu kalau saya nyambut gawe di LE, ia antusias menanyakan berita “panas” apa yang besok menjadi headline. Wah, melék media orang ini, batinku.

Maklum, tahun 1998, cerita turunnya Pak Harto dari jabatan presiden masih hangat-hangatnya. Ibarat roti, fresh from the oven. Selalu ada yang baru di koran kami, sebagai koran berwarna pertama yang terbit di Lampung berkat “kawin antarsuku” dengan Jawa Pos, dan masuk JPNN group.

Setiap kali giliran ia “narik” dan penumpangnya saya, tak lupa tanya tentang berita “panas” itu. Suatu masa ia seperti “hilang” dari pangkalan. Setelah muncul, saya tanya, ke mana, Bro? Ia cerita kalau habis berkelahi dengan bégal di dekat Gang Kulit. Paha kanannya kena pelor pembégal.

Namun, katanya, ia sempat menikamkan badik ke tangan si pembégal. Sepeda motor bisa ia pertahankan, tetapi untuk beberapa hari ia tak bisa “narik” menunggu luka bekas pelor itu sembuh. Penumpang disangka orang baik-baik karena tidak mencurigakan, ternyata ada niat hendak membégal.

Balik lagi ke perumahan, sebenarnya kalau dihitung dari kali pertama masuk bulan Maret 1998, sudah 25 tahun kami bermukim. Nah, yang 22 tahun ini usia kelurahan Kemiling Permai pasca-pemekaran dari kelurahan Sumberejo pada tahun 2001 oleh Wali Kota Bandar Lampung, Suharto.

Secara bertahap tanah kosong dan sawah di tepi jalan samping KNPI dahulu, kini sudah penuh bangunan ruko. Angkot yang ngetém di dekat KNPI, tinggal cerita. Ojek pangkalan masih ada satu dua, selebihnya orang euforia dengan transportasi online. Memainkan jempol, datang.

Menurut analisis Sentilan Sentilun, sepertinya perum perumnas tak kuat meragati pengembangan lahan seluas 104 hektar ini. Yang berwujud rumah hasil pembangunan perumnas, di sisi barat jalan dua jalur Blok N (atas) hingga Blok X (bawah). Sisi timur Blok L (atas) hingga Z (bawah).

Blok A hingga K lahannya dijual ke pengembang partikelir. Sisi barat jalan dua jalur ada cluster Citra Mas Estate dan pada sisi timurnya Springhill Estate. Nah, karena ada dua perumahan elit tersebut, ketiban berkah. Jadi ikut-ikutan tersanjung kalau menjawab pertanyaan, tinggal di mana?

Di tanjakan “Bukit Dupan” dekat SMPN 28 itu, dahulu kan ketinggian jalan dua jalurnya sebelah menyebelah tidak sama. Sebelah timur lebih tinggi tanjakannya dibanding sebelah barat. Keduanya dipisahkan pagar besi untuk menjaga keamanan agar tidak ada yang terjun ke bawah.

Suatu malam, saya dan Supriyadi Alfian pulang diantar mobil kantor. Setelah menurunkan saya, mobil bergerak ke Langkapura kediaman Supriyadi dan lewat di situ. Esok harinya Supriyadi cerita mereka melihat sosok makhluk astral berdiri di pagar besi pemisah kedua jalan itu.

Seperti apa rupanya, tanya saya. Seperti cewek, jawab Supriyadi. Yah, coba diajak naik mobil, tukas saya. Woooiii, kita cuma lewat aja ngeri-ngeri sedap dibuatnya, gimana mau ngajak, kelit mereka (kawan-kawan pracetak), ikut menimpali perbincangan horor itu. Semua tertawa ngakak.

Kini, kedua jalan dua jalur bersisian itu sudah sama tinggi, eh... sama rendah ding. Yang lebih tinggi dipapras pakai ekskavator. Sepanjang jalur di depan SMP 28 itu hingga mulut pintu gerbang Springhill jalannya bukan diaspal hotmix, melainkan dicor beton sehingga antirusak.

Se-Tengah-Malam bagaimana pun, biasa saja orang wara wiri. Ada warga ke pasar Pasir Gintung belanja sayur pukul 3 pagi untuk jualan di warung, ada pegawai yang berangkat subuh ke arah Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus. Tak ada kekhawatiran karena ada satpam dua perumahan elit itu.

Hanya saja, BKP terkenal sebagai daerah rawan curanmor. Rumah aparat saja dibobol maling dan senpinya dibawa kabur. Di Blok tertentu di mulut jalan dipasang portal. Ada juga yang mengaktifkan siskamling. Cangkrukan di pos ronda, ngopi ngudud ngemil, stabilitas keamanan terjaga.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Angin Laut Pantura

Rumah 60 Ribuan