Langsung ke konten utama

Elsimil, Gitu Amat

Bolak-balik pergi-pulang lewat jalan depan kantor Kelurahan Kemiling Permai, sejak lama mata membaca ELSIMIL pada banner. Semula saya tak begitu hirau peraturan apa yang dikandung di dalamnya. Ada rasa ingin tahu sebenarnya.

Biasanya kalau saya menemukan akronim aneh di jalan, apakah baliho atau banner penerimaan mahasiswa baru kampus apa pun atau peserta didik baru sekolah tertentu, jika penasaran saya akan menguliknya melalui google.

Tadi malam lagi scroll Twitter nemu akun detikcom merilis berita berjudul “BKKBN Minta KUA tak Nikahkan Pasangan tak Punya Sertifikat Elsimil”. Tetiba saya jadi teringat pada banner yang nyanggong di pagar kantor kelurahan itu.

Intinya, pasangan yang akan menikah harus memeriksakan kesehatan terlebih dahulu. Kemudian input data di aplikasi Elsimil (elektronik siap nikah dan siap hamil). Aplikasi ini akan mengeluarkan tanda bahwa mereka telah input.

Kata “tanda” saya tulis tebal karena itulah yang dimaksud oleh BKKBN sebagai sertifikat. Oalah, Jal, tak kiro oleh sertifikat iku lantaran telah mengikuti pelatihan tatalaksana kerumahtanggaan bagi pasangan yang akan menikah.

Jebule dudu kuwi. Sepanjang umur saya hingga lansia begini, yang namanya sertifikat atau dahulu disebut piagam, ya selembar kertas berisi keterangan seseorang pernah kursus atau ikut pelatihan dalam hal apa pun. Begitu lho.

Ilustrasi foto, tangkapan layar berita detikcom, Selasa, 28/2/2023

“Tanda itu yang dipakai untuk syarat dia menikah, maka menunjukkan tanda itu, bahwa ini sudah diperiksa dan menjadi syarat,” kata Hasto Wardoyo, Kepala BKKBN di Kemenko PMK, Jakarta, (detikcom, Selasa, 28/2/2023).

Untuk mensosialisasikan Elsimil itu, 5 ribu Kepala KUA dan penyuluh agama se-Indonesia kumpul secara virtual. Pada mereka ditekankan komitmen agar tidak menikahkan sebelum ada sertifikat pranikah pemeriksaan kesehatan.

Hal apa saja yang bakal jadi fokus pemeriksaan kesehatan itu? Ya, kesehatan jasmani tentunya. “Nanti ada hasilnya dia anemia atau tidak (misal), karena jumlah remaja putri yang anemia itu ada 36 persen,” kilah Hasto Wardoyo lebih lanjut.

“Kemudian yang kedua, lingkar lengannya itu kurang dari 23,5 atau tidak. Data kesehatan ada di situ, by name by address sudah ada, setelah itu baru kita keluarkan tanda bukti bahwa sudah ada pemeriksaan,” tegas Hasto.

Ini semacam mengadopsi aplikasi PeduliLindungi. Kira-kira bakal mempermudah urusan kehendak menikah para pasangan atau tidak? Kesannya kok kayak memaksakan kehendak harus periksa kesehatan. Elsimil, gitu amat.

Bukankah beberapa waktu lalu heboh di beberapa daerah ada permohonan dispensasi izin menikah para remaja usia belasan tahun karena hamil di luar nikah. Jumlahnya tidak main-main lho, Broh. Ratusan pelajar SMP dan SMA.

Artinya, mau sehat atau tidak. Mau ada sertifikat Elsimil atau tidak. Mau anemia atau tidak. Mau lingkar lengannya 23,5 atau tidak, kalau sudah ada janin ngendon di dalam perut calon ibu, ya harus dinikahkan. Gak Elsimil-Elsimil-an.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

JULI

Bulan Juli lingsir ke ujung cakrawala, banyak momen penting yang ditinggalkannya. 23 Juli 2025 Perpustakaan Nasional Press (Perpusnas Press) RI merayakan HUT ke-6 bareng dengan peringatan Hari Anak Nasional. Di negara kita, HAN tanggal itu. Hari Anak diselenggarakan berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Ada Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Ada pula Hari Anak Universal, diperingati setiap tanggal 20 November. Negara lain pun memiliki hari anak sendiri-sendiri. Ilustrasi, kalender meja (picture: IStock) Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya  menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. 13 tahun sastrawan dan seniman berjuang meraih pengakuan atau legalitas itu sejak kali pertama dideklarasikan di Pekanbaru. Adalah Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang menginisiasi deklarasi HPI bersama 40 sastrawan, seniman, dan budayawan dari berbagai daerah Indonesia. Deklarasi hari puisi Indonesia ...