Langsung ke konten utama

Transisi PeduliLindungi

Sisa-sisa tampilan aplikasi PeduliLindungi di layar android saya (screenshot by : @zabidiyakub)

Transisi aplikasi PeduliLindungi ke SatuSehat, terhitung tadi malam, Selasa, 28/2/2023. Tetapi, hingga Rabu, 1/3/2023 malam, jangankan bisa melihat wajah baru aplikasi pelacak Covid-19 itu,
wong dibuka saja malah error. Piye, tho.

Sedari Rabu siang hingga malam saat menyiapkan tulisan ini, berkali-kali saya coba membuka aplikasi PeduliLindungi, hasilnya tetap tak berubah. Bergeming, begitu-begitu saja. Terpacak diam. Tugur di situ. Entah apa lagi sebutannya.

Saya pun tergeming, tak bisa berkata-kata. Bahkan sekadar pisuhan kecil pun tak mampu. Salah di mana, pada aplikasi saya atau dari pusat kendalinya. Kalau error begini kan merepotkan orang yang ketergantungan terhadapnya.

Walaupun errornya hanya sementara. Paling sehari dua hari. Tetapi, mobilitas orang pada hari ini bagaimana? Kan ada yang berkepentingan menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Mereka yang bepergian antarkota, lintas pulau (misal).

Diketahui di dalam aplikasi PeduliLindungi ada sertifikat vaksin Covid-19 (dosis 1 dan 2 serta booster 1 dan 2). Sertifikat vaksin ini secara temporer diperlukan sebagai bahan update status kesehatan saat melakukan perjalanan.

Misalnya, saat akan naik pesawat terbang atau kereta api. Jika orang-orang yang dalam mobilitasnya membutuhkan persyaratan seperti tercover dalam aplikasi PeduliLindungi, saat kondisinya error begini, njur kepriwe. Batalkan, gitu?

Ibarat cowok atau cewek yang gagal move on. Nah, begitulah transisi PeduliLindungi ke SatuSehat. Boro-boro bisa melihat dan mengagumi fitur barunya, hendak mengintip saja gagal. Padahal banyak lho orang yang kepo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...