Langsung ke konten utama

Perusuh Bernama Kitchen Set


Rumah yang dibangun pengembang plat merah Perum Perumnas maupun pengembang partikelir, sama-sama memunculkan problem sosial yang rentan terjadinya friksi.

Rumah perkotaan, perumnas atau cluster, tembok sebelah menyebelah saling bertaut. Dari ujung sini ke ujung sana, kiri kanan jalan semua rumah terlihat berdempetan.

Ada memang yang didesain antara satu rumah dengan rumah lainnya di kiri kanannya dipisahkan tanah kosong berupa taman yang dibatasi tembok pagar, terkesan lapang.

Akan tetapi, ketika ada rumah yang direnovasi dengan mengokupansi taman membuat bangunan rumah tambah luas, secara tidak sadar mendempetkan antar-rumah.

Rumah kami pun awalnya begitu. Antara rumah kopel yang satu dengan kopel di sebelah kiri kanannya ada tanah kosong 4 meter. Dua kopel saling berbagi jadi 2 meter.

Ketika masing-masing rumah kopel itu merenovasi semua, praktis tanah kosong tadi berubah jadi bangunan. Ada yang dimanfaatkan sebagai dapur, ruang makan, dan area cuci.

Ada juga yang menjadikannya kamar ART. Tergantung masing-masing pemilik rumah hendak menjadikannya apa. Yang jelas tidak ada yang membiarkannya tanah kosong.

Tadi siang kitchen set pesanan kami datang. Setelah diukur ketinggian posisi pemasangannya, mulailah tukang memalu paku pada tembok yang berdempetan rumah sebelah.

Dok-dok-dok-dok-dok. Paku tembok yang “tahan banting” di segala medan dan cuaca, ternyata bergeming. Terpaksa pindah posisi dengan terlebih dahulu mengebor tembok.

Kata tukangnya, “keras sekali temboknya.” “Ya, kan sudah saya beritahu sebelumnya harus dibor dahulu, jawab saya.” Perlahan tapi pasti satu per satu paku bisa dibenamkan.

Memaku-pati kitchen set yang tentu saja berat pada tembok dapur yang berdempetan dengan tetangga sebelah. Entah berapa bobot kitchen set itu. Tukang buatnya pun tak tahu.

Berisikkah tetangga sebelah? Pusingkah mereka? Hendak marahkah? Entah. Tetapi, bakda Zuhur saya sampaikan permintaan maaf tadi ada kegaduhan dok-dok-dok-dok-dok.

“Oh, nggak apa-apa, Oom. Namanya juga tembok jadi satu,” jawabnya. Legalah saya. Secara etika saya jalankan tata kerama bertetangga. Bila mengganggu, saya minta maaf.

Selama menggunakan tenaga manusia, kerja merenovasi rumah sekecil apa pun tentu akan menimbulkan kebisingan. Apalagi renovasi besar-besaran hingga pasang keramik.

Tahu sendiri kan suara gerinda pemotong keramik bisingnya luar biasa. Nah, apalagi kalau sekadar pasang kitchen set. Perusuh bernama kitchen set atau apa pun tak terhindarkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...