Langsung ke konten utama

Zonk Semua

Ilustrasi, image source: https://depositphotos.com/

Teman mantan LE tanya kabar melalui WA, saya jawab kabar baik. Begitu selalu, bila ia atau saya merasa kangen untuk saling sapa, saling pengin tahu kabar, maka pesan whatsapp menyudahinya.

Senyampang ia bertanya, kesempatan saya juga bertanya. Bukan hanya kabar dirinya, melainkan juga kabar teman-teman yang nyaleg di dapilnya masing-masing. “Ai, zonk semua,” jawabnya.

“Zonk gimana, masak gak ada yang nyangkut satu pun,” kejar saya. “Ya, zonk alias tekudun semua,” tegasnya. Ada teman nyaleg 2019 dulu “gundul”, nyaleg kali ini belum ketahuan gimana nasibnya.

Kalau nyaleg kali ini “gundul” juga, wah perlu dipantau berkala kabarnya. Di WAG, kawan share berita ada caleg habis modal 1 M nggak terpilih, akhirnya bundir karena takut pada rasa malu.

Dalam hati saya ada yang berbisik, “Ai, jangan-jangan modal nyaleg dapat ngutang, takut ditagih terus pilih bundir.” Nah, masuk akal sepertinya. Siapa sih yang berbisik dalam hati saya tadi, ya?

Alfiansyah Bustami alias Komeng, calon anggota DPD dari Jabar, begitu fenomenal karena mampu meraih suara mendekati 2 juta meskipun foto dirinya di kertas suara terlihat begitu nyelenéh.

Ketika ditanya media, “Mengapa Bang Komeng maju (jadi caleg)?” Dijawabnya dengan komedi, “Karena di belakang tembok.” Ai, dasar pelawak, orang bertanya serius ia ngejawabnya duarius.

Nah, dalam hati saya berbisik, “Mengapa, ya, teman kok pada rame-rame nyaleg tahun ini?” Sudah pada jenuh kerja sebagai jurnalis apa cuma iseng-iseng berspekulasi barangkali saja terpilih.

Saya jadi ingat Pipit. “Nyaleg itu gawi wong idak karuan” kato dio sewaktu kami omon-omon lewat WA. Sampai petang ini saya belum bisa mencerna apo lah maksud “gawi idak karuan” uji dio itu.

Lain Pipit, lain pula Makmur. Ini teman LE juga. Berani nyaleg lewat partainya AHY, banyak modal pecaknyo. Tetapi, di fesbuk dio omon begini, “Hati-hati, habis serangan fajar kena serangan jantung.”

Lah, daripada serangan jantung saro nanggung biaya berobat, mending bundir sekalian seperti caleg habis modal 1 M di atas. Kalau modal dapat ngutang, paling nggak bebas dari dikejar penagih.

Etapi, gaboleh nyuruh orang bundir sekalian. Ya, udah, untuk teman-teman yang nyaleg dan belum kepilih harap bersabar. Cobain lagi lima tahun nanti. Kayak Prabowo tuh, gada kapok-kapoknya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...

JULI

Bulan Juli lingsir ke ujung cakrawala, banyak momen penting yang ditinggalkannya. 23 Juli 2025 Perpustakaan Nasional Press (Perpusnas Press) RI merayakan HUT ke-6 bareng dengan peringatan Hari Anak Nasional. Di negara kita, HAN tanggal itu. Hari Anak diselenggarakan berbeda-beda di berbagai tempat di seluruh dunia. Ada Hari Anak Internasional diperingati setiap tanggal 1 Juni. Ada pula Hari Anak Universal, diperingati setiap tanggal 20 November. Negara lain pun memiliki hari anak sendiri-sendiri. Ilustrasi, kalender meja (picture: IStock) Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, akhirnya  menetapkan 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. 13 tahun sastrawan dan seniman berjuang meraih pengakuan atau legalitas itu sejak kali pertama dideklarasikan di Pekanbaru. Adalah Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri yang menginisiasi deklarasi HPI bersama 40 sastrawan, seniman, dan budayawan dari berbagai daerah Indonesia. Deklarasi hari puisi Indonesia ...