Kawan “Agak Gilo”
![]() |
cuma buat ilustrasi bae, image source: tiktok |
***
Gue: Pit,
kau nyaleg idak?
Pipit: Idak nyaleg aku
Gue: Ngapo idak nyaleg?
Pipit: Ai, nyaleg itu gawi
wong idak karuan
Gue: Ai, ado-ado bae kau
ni, gawi idak karuan cak mano?
Pipit: Yo, idak karuan lah
Gue: (dalam hati) kalu idak karuan, ngapo wong nyaleg?
Itulah kutipan dialog gue sama Pipit, kawan lamo di LE dulu. Waktu TAMTAMA sebagai koran harian berwarna pertama di Lampung terbit Juni 1998, dio baru belajar jadi reporter. Kawan jalannya nyari berita bernama Icon. Untuk mengenali mana berita hasil kerja dio berdua hunting, ada kode nama (spt/icon) di akhir berita. Pun berapa berita per hari dio berdua hasilkan, gawi mudah ngelacaknya.
Buat mengenalkan TAMTAMA pada khalayak sebagai koran berwarna
pertama di Lampung, karyawan semua bagian dikerahkan untuk survei. Jadi, bukan
elektabilitas partai atau capres/cawapres bae yang disurvei, melainkan apa pun
penting dilihat seberapa besar prospeknya, maka perlu disurvei. Pengusaha mau
buka usaha di suatu daerah, survei dahulu seberapa besar peluang majunya.
Gue sama Pipit jalan kaki dari kantor TAMTAMA di Jl. Sultan Agung
(sekarang kantor Radar) menyususri Gang PU hingga Perumahan Gunter. Ketemu jual
gorengan, gue berdua mampir, tahu isi panas saat perut lapar terasa nikmat
melebihi fried chicken. Sambil jalan mampir ke rumah-rumah menyigi apakah sudah
langganan koran apa belum. Sambil ngobrol gak terasa eh... sampai Gunter.
Tahun 2009 ada satu kawan di LE dulu yang coba-coba nyaleg dari
partai “kuning”, perolehan suaranya lumayan, namun kalah dari Heru Sambodo.
Andai Heru terpilih jadi Wakil Walikota mendamping Kherlani pada pilwako 2010,
pasti kawan itu ketiban PAW. Sayang, pasangan KHADO (Kherlani-Sambodo) kalah
sama Herman HN-Thobroni Harun. Pileg 2024 ini siapa kawan yang nyaleg?
Uhuy, banyak juga kawan mantan LE yang nyaleg. Apa kabar perolehan
suaranya? Yang di daerah sudah posting di fesbuk untuk melupakan hal yang lalu
dan berkhidmat pada hal yang akan datang. Nyaleg dapil kampung sendiri saja
susah dapat banyak dukungan apalagi di dapil orang lain. Itu hukum alam yang
semua orang paham. Lebih susah lagi yang di dapil seluas kota Bandar Lampung.
Selain nyaleg, ada juga mantan LE yang jadi panwaslu. Tugasnya
nggak bisa dianggap enteng, meskipun hanya sebatas mengawasi jalannya pemilu
justru integritasnya dipertaruhkan. Ini kerjaan nggak bisa dibilang “gawi idak
karuan” seperti Pipit katakan dalam dialog di atas. Tetapi, setelah pemilu usai,
usai pula tugas KPPS dan pengawas lainnya. Kotak suara seterusnya urusan yang
“di atas”.
Ya, KPPS kan “kerja pagi pensiun sore” kata kawan yang minta
dirahasiakan namanya. Woi, dak usah kau minta rahasiakan, lah sudah aku
rahasiakan. Kawan-kawan kito mantan LE yang nyaleg bae dak aku tulis. Takut
nian kau. Pengawas lainnya itu misalnya pengawas utusan partai, utusan caleg
DPRD kabupaten, kota, provinsi. Caleg DPR RI dan DPD jarang menempatkan
pengawas di TPS.
Siapa yang “di atas” tersebut? PPS, PPK, KPU. Di “tangan” wong itu
kotak suara aman apa nggak. Beredar luas video di media sosial, Bawaslu
menangkap basah kotak suara dibuka oleh orang yang tidak berwenang. Wewenang
kan di tangan KPU, kok orang itu membuaka, maksud tujuan dio apo? Nah, dari sini bermula adanya
dugaan pemilu curang secara terstruktur, sistematik, dan masif.
Komentar
Posting Komentar