Langsung ke konten utama

Biaya Nikah yang Aduhai

Working remotely earns double pays. Kira-kira seperti itulah anak lanang ragil. Tadi video call sama ibunya, tersingkaplah apa hasil ia interview sehari sebelum acara engagement kakaknya, pada akhir April lalu.

Di era digital kini, semua serba-internet. Sektor usaha barang dan jasa menggunakan piranti yang didukung internet dalam operasional sehari-hari. Bahkan sektor informal seperti UMKM pun tidak tinggal diam.

Anak lanang ragil jebolan ilmu komunikasi bidang studi broadcast, tampaknya menemukan passion bekerja di platform media berita digital dengan job desc video editor. Sah sudah “konten kreator” sebagai jati diri.

Karena serba-internet, mendapat pekerjaan itu pun dari internet, mulai dari apply curriculum vitae atau portofolio hingga proses interview. Platform WhatsApp dan Zoom telah jadi jalan mulus bebas hambatan.

Mendapat pekerjaan pertama seusai ujian Tugas Akhir Oktober 2020, memang karena bantuan Mas sepupu di Yogja. Tetapi, pekerjaan kedua ia peroleh dari usaha sendiri, tanpa bantuan dari siapa pun, tanpa relasi.

Meskipun cukup nyaman pada pekerjaan kedua, yang namanya Gen Z tentu belum puas pada capaian saat ini. Pengin dong mengepakkan sayap untuk terbang lebih tinggi. Pengin juga merasakan tour of duty.

Loncat-loncat dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain, pindah-pindah tempat kerja, pindah-pindah kantor, pindah-pindah posisi, tour of duty jamak dilakukan kaum millennial dan Gen Z, demi sebuah kemapanan.

Setelah masuk dunia kerja, otomatis masuk komunitas “para pekerja.” Dari sana akan terbangun jalinan relasi. Dari relasi akan mengalir berbagai info tentang loker dan peluang untuk meraih sedikit keberuntungan.

“Ini dunia kerja, relasi dan sedikit keberuntungan itu yang paling penting, IP mah buat yang nggak punya keduanya, begitu kata Ipank Lazuardi dalam lagunya yang berjudul Jatuh Hati. Narasi yang kece tho.

Karena faktor relasi dan sedikit keberuntungan itulah, anak ragil ini mendapat pekerjaan baru, working remotely. Yang ternyata gajinya hampir dua kali lipat di tempat kerjanya sekarang. Wow, keren kamu, Nak.

Pekerjaan lama yang ia geluti hampir dua tahun ini masih berlanjut. Working remotely adalah tambahan untuk menjangkau salary dua digit yang amat diimpi-impikan para workers demi biaya nikah yang aduhai.

Ilustrasi foto savings for wedding, pinjam milik investbro.id


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...