“Memar Ditempa Aturan”
Dan, anak ragil ini sedari
SD dahulu sudah langganan menjadi korban perubahan kebijakan. Bisa dikatakan ia
“memar ditempa aturan.” Akhir SD ia dihadapkan UASBN (Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional).
Aturan itu menjadikan ia pemilik nilai
tertinggi di SD. Akan tetapi, program biling (bina lingkungan) milik Wali Kota
menggerus kuota penerimaan siswa jalur reguler. Tes penerimaan siswa adalah
kunci penentu.
Ya, apa pun awalnya, pada akhirnya nilai tes
masuk SMP menggiringnya masuk ke SMP pilihan kedua. It’s okey,
disyukuri dan dijalani. Tiga tahun berlalu, dijalani dengan lancar dan rapornya
bagus juga.
Masuk SMA, lagi-lagi kuota reguler digerogoti
oleh program biling. Gagal masuk sekolah “dalam negeri” ya sudah “luar negeri”
pun tak apa-apa asal Grade A. SMA YP Unila, di tengah kota, bukan di
pinggiran.
Lagi-lagi adagium, “ganti menteri, ganti
peraturan” memberi kenyataan, K-13 (kurikulum tahun 2013) jadi kebijakan yang
harus diterima sebagai sarana penggemblengan berikutnya. Yo wes, sumunggo.
Oleh Mendikbud Anies Baswedan, K-13
peninggalan Mendikbud Muhammad Nuh, ditunda diberlakukan dan akan dilakukan
perbaikan (revisi) terlebih dulu. Setelah dinilai baik akhirnya jadi
kurikulum baru.
SNMPTN, SBMPTN, jalur mandiri, bukanlah jalan
yang mulus mengantarkannya masuk PTN, apadaya PTS Grade A di Jogja jadi “kawah
candradimuka” berikutnya. Akhir masa kuliah ada pandemi Covid-19.
Era digital dan internet 4G menunjukkan
keniscayaan bahwa sesungguhnya inilah “dunia baru” para Gen Z. Bimbingan tugas
akhir melalui platform WhatsApp. Ujiannya pun
secara online melalui platform Zoom.
Puncaknya, wisuda menggunakan masker dan
orang tua tidak bisa menghadirinya di kampus. Itu adalah kendala sebagai
akibat adanya pandemi Covid-19. Kenyataan baru yang tak pernah terbayangkan.
Ok, nggak apa-apa sih, foto
wisuda di hotel. Yang penting tak lama nganggur, usai ujian tugas
akhir langsung dapat kerja. Lumayan buat “pemanasan” agar tidak mengalami apa yang disebut cultur shock.
Selain buat “pemanasan” juga buat mengisi
waktu menunggu wisuda. Dan, benar nyatanya, kontrak kerja 6 bulan (Okt
’20—Maret ’21) itu cukup signifikan buat bekal bila nanti terjun di dunia kerja
selanjutnya.
Usai wisuda 21 Maret 2021, rangkaian tes online dijalani, mulus hingga diterima. 3 Juli start kerja
dari rumah (work from home). Pandemi Covid-19
masih berlanjut hingga dinyatakan boleh melepas masker.
Pernyataan Presiden Jokowi di Istana
Bogor, 17 Mei 2022, perihal pelonggaran penggunaan masker di ruang terbuka,
membawa kebijakan baru dalam dunia kerja. Anak lanang ragil dipanggil
ke Jakarta.
Work from office pun ia jalani per 1 September 2022, dengan adanya peningkatan income tentunya. Ya iya dong, kan mesti ngekos. Apalagi di daerah Jaksel, kamar kost seharga dua jeti per bulan itu murah lho.
![]() |
foto anak ragil di Klayar Beach, Pacitan, 15 Juli 2015. (foto: koleksi keluarga) |
Komentar
Posting Komentar