Langsung ke konten utama

YPSBW

”Kami juga hanya mengundang 50 orang yang hanya merupakan saudara dan rekan bisnis.. Tertutup dari media dan bahkan sahabat-sahabat kami.. Karena tuk saya saat ini pernikahan tujuannya adalah SAH.. Bukan WAH...”

Begitu caption penghias foto pernikahan Deddy Corbuzier dan Sabrina Chairunnisa di Instagram DC. Seperti diketahui, akhirnya pasangan ini meresmikan hubungan mereka dengan tali pernikahan setelah pacaran selama 9 tahun.

Unggahan DC di IG itu kontan mendapat tanggapan positif dari netizen. Banyak netizen memuji keputusan DC untuk melangsungkan pernikahan dengan simple. Meski simple, ternyata nilainya 2 miliar rupiah. Akhirnya WAH juga kan?

Tren masa kini cenderung mengarah kepada “yang penting sah bukan wah” atau YPSBW. Tak heran hastag nikah di KUA (#NikahDiKUA) membumi di kalangan anak millennial dan Gen-Z. Apalagi di masa pandemi Covid-19 (2020—2022).

Sepanjang waktu itu, khususnya 2020 dan 2021 banyak pasangan menggelar akad nikah di KUA. Pasalanya, larangan berkerumun menjadi kendala untuk menggelar pesta besar-besaran dengan menghadirkan banyak orang.

Tren pasangan menggelar akad nikah di KUA yang gratis di hari kerja, memang menuai sedikit kontroversial pada akhirnya. Apakah memang pilihan karena keterbatasan finansial atau sekadar menciptakan perubahan gaya hidup?

Generasi millennial dan Gen-Z dikenal sebagai generasi yang berani melakukan perubahan dan melawan arus kebiasaan yang dianggapnya tidak efisien. Di mata mereka, pesta pernikahan yang WAH sesuatu yang tidak efisien.

Tantangan terberat bagi generasi millennial dan Gen-Z yang belum atau berniat menikah bukanlah menundukkan hawa nafsu, melainkan memahamkan ego orang tua yang berhasrat menggelar pesta pernikahan secara mewah.

Mengapa memahamkan ego orang tua begitu menantang? Karena di zaman sekarang ini, ada kecenderungan sebagian orang tua merasa kurang oke jika resepsi anaknya tidak digelar di gedung dengan dekorasi yang mewah menawan.

Penafian, orang tua di sini maksudnya adalah orang tua kedua calon pengantin. Kadang orang tua calon pengantin pria menginginkan pesta walimah yang sederhana, tetapi orang tua calon pengantin wanita menghendaki sebaliknya.

Kadang kedua calon pengantin berkehendak sederhana dan simple. Tetapi, kedua orang tua mereka berkehendak sebaliknya. Apa yang terjadi? Timbul kesalahpahaman yang meruncing. Ujungnya, gagal melahirkan kesepakatan.

Orang tua yang cenderung ingin pesta mewah biasanya orang tua yang terbelenggu peraturan adat istiadat turun temurun. Mereka cenderung takut melakukan pelanggaran karena khawatir ada semacam bala akan menimpa.

Atau orang tua yang terlampau mengikuti banyak saran dari pihak lain. Orang-orang di sekitar sirkel mereka dengan maksud membantu meringankan, tetapi yang terjadi justru terlalu ikut campur mengintervensi urusan pribadi orang.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...