Langsung ke konten utama

Negeri Ora Genah

Masih menyoal buku “Kitab Omon Omon” yang Sabtu (6/12) siang tiba di teras rumah, pada mulanya saya terkejut, tapi kemudian perasaan bungah bermekaran di hati. Puisi saya yang termuat di halaman terakhir buku sebab nama saya ada di urutan terakhir secara alfabetis, dibacakan Bapak Tri Agus Susanto, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta dan diunggah di akun Instagram miliknya (@tasspijar).

Bapak Tri ini yang memberi kata pengantar pada buku memuat 94 puisi humor politik dari 94 penulis (penyair murni dan penyair nyambi thok) dari seluruh Indonesia. Kenapa saya tulis murni dan nyambi thok? Karena latar belakang yang sangat beragam. Ada akademisi (guru dan dosen), ada birokrat dan alih profesi jadi legislator, ada yang (unik) mengenalkan diri di bionarasi sebagai tukang sol sepatu yang hobi baca dan menulis puisi. Ada yang menyatakan diri sebagai ‘perempuan biasa’.

Hasil tangkap layar Instagram Tri Agus Susanto (@tasspijar) membacakan "Kata Siapa, Politik itu Kotor"

Dari latar belakang sangat beragam, puisi humor yang muncul kemudian beraneka ragam pula narasinya. Tak semua benar sebagai puisi humor politik, bahkan tak terkesan ada humornya. Puisi, humor, dan politik, tiga hal yang berdiri di kakinya sendiri-sendiri. Puisi adalah satu jenis karya sastra yang mengungkap pikiran dan perasaan penulisnya lewat bahasa yang indah, padat makna, terstruktur dalam larik dan bait, serta meng-utamakan rima, ritme, dan gaya bahasa kias (majas).

Humor (menurut ringkasan AI) adalah segala sesuatu yang dianggap lucu, jenaka atau menggelikan hati yang menimbulkan reaksi seperti senyum atau tawa, bisa berupa kejadian, kata-kata atau perilaku yang sengaja diciptakan atau terjadi begitu saja dalam komunikasi sehari-hari. Humor bisa juga dijadikan medium dalam menyampaikan kritik secara halus. Menyampaikan kritikan dengan gaya komunikasi yang lucu, sehingga tidak membuat pihak-pihak yang dikritik tersinggung.

Politik (masih menurut ringkasan AI) adalah aktivitas mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat atau negara, melibatkan proses pengambilan keputusan, distribusi kekuasaan, pembuatan kebijakan, serta upaya mencapai tujuan bersama demi kesejahteraan dan keadilan. Berasal dari kata Yunani “polis” (kota atau negara –city state), politik mencakup segala upaya untuk mengelola kekuasaan, menyelesaikan konflik, dan menentukan arah pembangunan suatu komunitas.

“Kitab Omon Omon” coba menggabungkan ketiganya (puisi, humor, dan politik) menjadi satu kesatuan yang ditujukan untuk memotret kondisi politik atau negara bangsa secara umum dan khusunya yang terjadi di negeri ini. Negeri yang dahulu hijau karena hutannya lebat berubah menjadi hitam setelah kulit bumi dikupas untuk mengeluarkan nikel dari dalam perutnya. Dahulu negeri yang gemah ripah loh jinawi berubah menjadi negeri ora genah ulah wong-wong sing korupsi kuwi.

Bencana air bah atau banjir bandang yang menerjang Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat disebabkan oleh dua hal. Pertama, sebagai peringatan dari Allah SWT terhadap hambaNya yang berbuat kerusakan di darat dan laut. Kedua, sebagai akibat masifnya usaha penebangan kayu hutan untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit oleh korporasi besar atas restu dari Kementerian Kehutanan. Buahnya, azab ini meminta tumbal kepada masyarakat yang tak berdosa.

Sementara orang yang paling berdosa dan sepatutnya memikul beban tanggung jawab malah mikul “karung beras” dengan dalih cuci tangan seolah tak bersalah apalagi berdosa. Ada lagi Verel yang saking takutnya menghadapi risiko kecelakaan menabiri diri dengan rompi antipeluru seolah anti-mati saja. Akhirnya viral. Di tengah bencana yang tak ditetapkan sebagai bencana nasional, masih saja pejabat negara dan pendosa mencari panggung untuk pamer keangkuhan.

Dalam Surah Ar-Rum ayat 41, Allah SWT berfirman: “Bahwasanya kerusakan di darat dan laut muncul akibat perbuatan manusia, dengan tujuan agar manusia merasakan sebagian akibat perbuatannya dan kembali ke jalan yang benar (bertobat), mencakup kerusakan lingkungan, kemaksiatan, dan kezaliman. Ayat ini memerintahkan untuk tidak merusak alam dan meninggalkan perbuatan dosa sebagai peringatan dari Allah SWT. Bencana adalah pembuktian ayat ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...