Langsung ke konten utama

Kado Bagi Iko

Ternyata tidaklah sampai sore benar, seperti yang saya kira-kirakan di tulisan di blog ini kemarin. Di Zuhur ini tadi buku “A Tribute to Pipiet Senja” udah mendarat di beranda rumah minimalis kami. Karena itu, postingan blog hari ini (11-12-13), maknanya tanggal 11 bulan 12 pukul 13 (01 PM).

Buku “A Tribute to Pipiet Senja” berisi testimoni, obituarium, kenangan, penghormatan para penulis bagi almarhum Pipiet Senja (terlahir bernama Etty Hadiwati) dalam bentuk puisi dan esai. Baik yang pernah beriteraksi langsung dalam kegiatan sastra maupun sekadar kenal lewat karya sastranya saja.

Buku "A Tribute to Pipiet Senja" berhiaskan bunga

Ratusan buku karya sastra lahir dari curahan batin almarhum lewat tulisan di dalam keterbatasannya sebagai penyintas talassemia sejak bocah. Kendati setiap bulan mesti rutin menjalani transfusi darah, sama sekali tak mengurangi kemampuan, gairah, dan semangat beliau terus berkarya dan berkarya.

Setelah saya buka paket sepulang Jemaah zuhur di masjid, ekstase sekali melihat ketebalan buku yang cukup sintal, 296 halaman. Ini, menghimpun-satu-padukan 101 penulis lintas generasi, latar belakang pengalaman bersastra, dan berinteraksi dengan Pipiet Senja melalui komunitas serta kegiatannya.

Di halaman buku “A Tribute to Pipiet Senja” ini, saya dipertemukan (dalam karya) dengan Juperta Panji Utama, sastrawan cum wartawan Lampung yang lama tidak bertemu muka. Ada ruang dan waktu yang membatasi kesempatan bersua karena kesibukan personal di bidang masing-masing.

Kendati terhubung melalui akun Instagram, karena gue tidak pula terlalu aktif mengelolanya, jadi time line seperti sepi tanpa kegiatan. Sementara, Juperta Panji Utama sibuk mengisi training yang diinisiasi dan/atau disponsori Dompet Dhuafa. Di samping itu, Instagram sudah kalah pamor dengan TikTok.  

Yang paling seru ialah, saya menyatu buku dengan Wijatmiko Bintoro Sambodo (@ikowijatmiko) dari “Si Binatang Jalang”, “Semesta Ingatan – Trauma dan Imaji Kebebasan”, kemudian yang masih anget adalah “Kitab Omon Omon”. Kami meneruskan “jejaring silaturahim kata” melalui karya bersama.

Buku "A Tribute to Pipiet Senja" dipajang Iko di rak bukunya begitu cantik.

Buku “A Tribute to Pipiet Senja”, bagi Iko yang juga menerimanya hari ini, Kamis (11/12) menjadi kado istimewa bagi ulang tahunnya yang jatuh di hari ini juga, Kamis (11/12). Ia pajang buku “A Tribute to Pipiet Senja” bersanding “Si Binatang Jalang, Kitab Omon Omon” dll. pajangan buku terlihat cantik.

Ucapan “Selamat Ulang Tahun! Sehat selalu, kreatif melulu” tulis saya di akun facebook-nya. “Terima kasih, Pak Zabidi Yakub… semoga silaturahmi terjaga melalui tali puisi,” balasnya. “yes, kudu itu,” balas saya lagi. Satu teman sastrawan Banjarmasin, kami juga saling berkabar bila ada even menulis.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...