Langsung ke konten utama

Hai hai Siapa Dia

Dulu, dulu banget, ada kuis “Hai hai Siapa Dia” dengan lagu latar “Payung Pantasi” karya Hendri Rotinsulu di TVRI tahun ‘90an. Kita flash back ke zaman tivi tabung dan masih hitam putih. Kuis ini menghadirkan tamu pemeran lakon tertentu dan memperagakannya. Tugas menebak yang mana atau siapa yang palsu, itulah tantangan para peserta kuis hai hai siapa dia.

Nah, beberapa hari ini saya dibingungkan adanya penelepon nongol nomor, bukan nama. Artinya, nomor si penelepon tidak atau belum tersimpan di daftar kontak pada telepon pintar saya. Semua nomor yang saya masukkan ke kontak, akan tersimpan di google. Kalaupun saya ganti telepon, rombongan nomor kontak itu dengan sendirinya ikut juga hijrah ke memori telepon baru saya.

Itu pertama. Kedua, saya dibingungkan views yang melonjak di blog saya kemarin (tanggal 3 Desember 2025) mencapai 469. Yang lebih tinggi lagi dari itu, terjadi pada  26 September 2025 views mencapai 841. Saya jadi bertakon-takon, hai hai siapa dia para pengunjung blog saya kok iseng bener mau membaca tulisan-tulisan random yang saya jadikan bahan ngonten. (lihat post 4/10).

Etapi, ngapain bingung kan, ya. Ya, udahlah gausah diambil hati. Terima kasih banyak saya sampaikan kepada para pembaca budiman yang kesasar dan mampir di blog saya. Di masa cuaca tidak menentu ini, pagi cerah siang mendung sore turun hujan, sedialah payung atau jas hujan sebelum bepergian. Dan bila kehujanan di jalan menepilah ke emperan toko agar tidak terkena flu atau demam panas.

Begitu, ya, pembaca budiman. Terima kasih sekali lagi, salammmm…


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Roda Ibu Ani

Kursi roda Ibu Ani dan kesetiaan Pak SBY menungguinya di rumah sakit. Bagaimana bisa melahirkan novel yang menceritakan perjuangan penyintas kanker seperti di buku “Seperti Roda Berputar” tanpa mengikuti proses dari mula hingga kini? Pertanyaan itu yang bersarang di pikiranku. Sewaktu mudik ke Pacitan 21 Mei hingga 3 Juni 2024, kami mengeksplor Museum dan Galeri SBY-ANI. Satu foto memperlihatkan kesetiaan Pak SBY menunggui Ibu Ani di National University Hospital Singapura. Foto Ibu Ani duduk di kursi roda sementara Pak SBY duduk di tepi hospital bed yang biasa Ibu Ani tiduri selama dirawat. Kaki Pak SBY menjuntai. Foto menggambarkan keduanya berhadap-hadapan sambil berbincang akrab. Saya sebenarnya penasaran, apakah Pak SBY menulis buku tentang masa-masa Ibu Ani dirawat hingga wafat. Seperti yang dilakukan Pak BJ Habibie, pasca-meninggalnya Ibu Ainun Habibie, Pak Habibie dilanda demam rindu. Guna memadamkan kerinduan kepada Ibu Ainun itu, Pak Habibie mulai menuangkan perasaan...

Sastra Jalan-jalan

Siang baru saja melanjutkan perjalanan menuju barat, setelah istirahat sejenak di waktu zuhur, yang ditandai Matahari tepat di atas kepalanya. Tak lama sekira pukul 14:12 Kakang Paket datang mengantarkan kiriman buku dari Taman Inspirasi Sastra Indonesia. Komunitas sastra disingkat TISI pimpinan Bang Octavianus Masheka, ini baru saja usai merampungkan proses produksi dan terbitnya buku antologi “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” yang merupakan puisi bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing penulisnya. Buku-buku yang joss tenan Ada 100 orang penulis puisi dwi bahasa yang terhimpun di dalam buku bersampul merah menyala dengan gambar sampul siluet wajah Ibu yang di wajah, leher, dan dadanya dihiasi taburan wajah penulis puisi yang sengaja di- crop tertinggal bagian dada dan kepala saja. Sebelum buku “Bahasa Ibu, Bahasa Darahku” terlebih dahulu tiba di rumah buku “Zamrud” yaitu antologi puisi Dari Negeri Poci seri ke-15 yang saat datang kebetulan saya sedang tidak berada di rumah ...

Jangan Sakit Deh

“Jangan pernah sakit. Teruslah sehat dan berbahagia. Sakit itu sepi, menyakitkan, dan tentu saja mahal.” (Rusdi Mathari). Demikian terbaca di buku “Seperti Roda Berputar: Catatan di Rumah Sakit.” Buku merangkum catatan Rusdi Mathari yang menderita kanker saat-saat menjalani perawatan dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain. Sebenarnya Rusdi Mathari pengin menulis novel tentang sakit yang ia derita dan bagaimana ia mengupayakan kesembuhan dengan menjalani rangkaian pengobatan secara runtut tahap demi tahap. Dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain silih berganti, ditangani dokter berbagai spesialis yang berkaitan dengan sakit kankernya. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Rusdi Mathari meninggal di Jumat pagi, 2 Maret 2018. Novel yang ceritanya ia bayangkan akan demikian kompleksitas sekaligus melankolis tidak terwujud. “Seperti Roda Berputar” hanyalah memuat sebagian catatan di rumah sakit yang sempat ia tulis dan terbit di Mojok.co. Pemerintah menghapus kelas 1,...